Kegiatan jual beli saham dan obligasi sebenarnya telah
dimulai pada abad XIX. Pada tanggal 14 Desember 1912, Amserdamse Effectenbueurs
mendirikan cabang bursa di Batavia. Bursa ini merupakan bursa tertua keempat di
Asia, setelah Bombay, Hongkong dan Tokyo. Bursa yang dinamakan Vereniging voor
de Effecten handel, memperjual belikan saham dan obligasi
perusahaan / perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi
yang diterbitkan pemerintah (propinsi dan kotapraja), sertifikat saham
perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor administrasi di
negeri Belanda serta efek perusahaan Belanda lainnya (Rusdin, Pasar Modal,
Bandung; Alfabeta, 2006, hal4).
Minat masyarakat terhadap pasar modal mendorong didirikannya
bursa di kota Surabaya (11 Juni 1925) dan Semarang (1 Agustus 1925).
Perkembangan pasar modal pada saat itu, terlihat dari nilai efek yang mencapai
NIF 1,4 milyar, pun demikian perkembangan pasar modal ini mengalami penyurutan
akibat Perang Dunia II. Akibatnya, pemerintah Hindia Belanda mengambil
kebijakan untuk memusatkan perdagangan efeknya di Batavia dan menutup bursa
efek di Semarang dan Surabaya. Pada tanggal 17 Mei 1940, secara keseluruhan
kegiatan perdagangan efek ditutup.
Di masa kemerdekaan, pada tahun 1950, pemerintah
mengeluarkan obligasi Republik Indonesia, yang menandakan mulai aktifnya Pasar
Modal Indonesia. Pada tanggal 31 Juni 1952, Bursa Efek di Jakarta dibuka
kembali. Penyelenggaraan tersebut kemudian diserahkan kepada Perserikatan
Perdagangan Uang dan Efek-efeknya (PPUE). Namun pada tahun 1958, terjadi
kelesuan dan kemunduran perdagangan di Bursa, akibat konfrontasi pemerintah
dengan Belanda. Pemerintah di masa Orde Baru, berusaha untuk mengembalikan
kepercayaan rakyat terhadap nilai mata uang Rupiah. Pemerintah melakukan
persiapan khusus untuk membentuk pasar modal. Pada tahun 1976, pemerintah
membentuk Bapepam (Badan Pembina Pasar Modal) dan PT Danareksa.
Hal tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah untuk
membentuk Pasar Uang dan Pasar Modal. Pada tanggal 10 Agustus 1977, berdasarkan
Keppres RI No 52/ 1976, pasar modal diaktifkan kembali. Perkembangan pasar modal
selama tahun 1977–1987, mengalami kelesuan. Pada tahun 1987-1988, pemerintah
menerbitkan paket-paket deregulasi. Paket deregulasi ini adalah: Paket Desember
1987 (Pakdes 87), Paket Desember 1988 (Pakto 88), dan Paket Desember 1988
(Pakdes 88). Penerbitan paket deregulasi ini menandai liberalisasi ekonomi
Indonesia. Dampak dari adanya ketiga kebijakan tersebut, pasar modal Indonesia
menjadi aktif hingga sekarang.
0 komentar:
Posting Komentar