PARADIGMA
PENELITIAN KUALITATIF
A. PENDAHULUAN
Penelitian pada
hakekatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih
membenarkan kebenaran.Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan oleh para
filosof, peneliti, maupun oleh para praktisi melalui model – model
tertentu.Model tersebut biasanya dikenal dengan paradigma. Paradigma menurut
Bogdan dan Biklen (1982:32), adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang
dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berfikir dan
penelitian
Paradigma
merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu distruktur ( Bagian dan
hubungannya ) atau bagaimana bagian-bagian berfungsi ( pelaku yang didalamnya
ada konteks khusus atau dimensi waktu ).
Dalam penelitian kualitatif “teori” lebih ditempatkan pada
garis yang digunakan dibidang sosiologi dan antropologi dan mirip dengan
istilah paradigma (Ritzer, dalam Bogdan & Biklen, 1982).Paradigma adalah
kumpulan tentang asumsi, konsep, atau proposisi yang secara logis dipakai peneliti.Peneliti
yang bagus menyadari tentang dasar teori mereka dan menggunakannya untuk
membantu mengumpulkan dan menganalisis data.
Istilah paradigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas
Kuhn (1962) dan kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs (1970),
Menurut Kuhn, paradigma adalah cara mengetahui realitas sosial yang
dikonstruksi oleh mode of thought atau mode of inquiry tertentu,
yang kemudian menghasilkan mode of knowing yang spesifik. Definisi
tersebut dipertegas oleh Friedrichs, sebagai suatu pandangan yang mendasar dari
suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya
dipelajari. Pengertian lain dikemukakan oleh George Ritzer (1980), dengan
menyatakan paradigma sebagai pandangan yang mendasar dari para ilmuan tentang apa
yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu
cabang/disiplin ilmu pengetahuan.
Berdasar definisi Kuhn, Harmon ( dalam J. Moelang )
mendefinisikan paradigma sebagai cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir,
menilai dan melakukan yang terkait dengan sesuatu secara khusus tentang visi
realitas. Sedangkan Norman K. Denzin membagi paradigma kepada tiga elemen yang
meliputi; epistemologi, ontologi, dan metodologi.Epistemologi
mempertanyakan tentang bagimana cara kita mengetahui sesuatu, dan apa hubungan
antara peneliti dengan pengetahuan. Ontologi berkaitan dengan pertanyaan
dasar tentang hakikat realitas.Metodologi
memfocuskan pada bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan.
Dari beberapa pendapat di atas, paradigma membantu
memberikan definisi tentang apa yang harus dipelajari, pertanyaan yang harus
dikemukakan, bagaimana pertanyaan dikemukakan, dan peraturan apa yang harus
dipatuhi dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh. Paradigma merupakan
suatu konsensus yang paling luas dalam suatu ilmu pengetahuan dan membantu
membedakan satu komunitas ilmiah ( subkomunitas ) dari yang lain. Paradigma
memasukkan, mendefinisikan, dan menghubungkan eksemplar, teori, metode dan
instrumen yang ada di dalamnya.
B. PENDEKATAN PENELITIAN
Pendekatan penelitian meliputi dua pilihan yakni kualitatif
dan kuantitatif dengan asumsi pemahaman masing-masing pendekatan dituliskan
secara kontras pada beberapa dimensi (Creswell, 1994:4). Creswell (1994:5-7)
mengutip tulisan Guba dan Lincoln (1998), Firestone (1987) dan Mc Cracken
(1988) untuk menggambarkan perbedaan asumsi kuantitatif dan kualitatif dilihat
dari perbedaan memandang realitas, hubungan antara peneliti dengan yang
diteliti, peran nilai, dan retorika antara pendekatan kuantitatif dan
kualitatif yang memunculkan metodologi penelitian yang berbeda pula. Lincoln
dan Guba dalam Naturalistic Inquiry (1985: 70-91) menjelaskan lebih
mendetail tentang pendekatan penelitian kualitatif.
Pertama, secara ontologis penelitian kualitatif
ditandai oleh fakta bahwa peneliti mengkonstruk/membangun realitas yang dia
lihat.Dalam gagasan penelitian kualitatif 6 masing-masing
orang dilibatkan dalam penelitian, sebagai partisipan atau subyek bersama-sama
mengkonstruk realitas.
Kedua, secara epitemologis, penelitian kualitatif didasarkan
pada nilai dan judgment nilai, bukan fakta.Dalam pandangan umum di lapangan
mereka mengklaim bahwa nilai peneliti memandu dan membentuk simpulan penelitian
sebab peneliti membangun realitas dari penelitian. Dalam waktu yang sama
peneliti memiliki sensitifitas pada realitas yang diciptakan oleh orang lain
yang terlibat, dan konsekuensi perubahannya dan perbedaan-perbedaan nilai.
Semua temuan dalam penelitian kualitatif yang dinegosiasikan secara sosial
diakui benar.
Ketiga,
penelitian
kualitatif bersifat empiris dan ilmiah sebagaimana penelitian kuantitatif,
meskipun dasar-dasar filosofis penelitian kualitatif baik secara ontologis
maupun epistemologis dipandu oleh judgment nilai yang subyektif.Lincoln dan
Guba memecahkan masalah empiris dengan sebuah quasi-
"Grounded-Theory" yakni pendekatan pada pola-pola.Lincoln dan
Guba (1985: 187-220). Mengangkat peneliti sebagai instrument penelitian “research
instrument” dari sebuah penelitian, dan menugaskan peneliti untuk
meloloskan data dengan secara intens mengidentikasi “tema-tema” yang “muncul”
dari data. Menentukan tema-tema yang valid dari data dengan triangulasi
tema-tema dengan tema-tema yang sudah dimunculkan oleh instrumen peneliti (researcher-instruments)
yang lain dan triangulasi dengan interpretatif data dengan format-format
data yang relevan dengan penelitian. Dengan menggunaan triangulasi yang seksama
peneliti dapat yakin terhadap hasil penelitiannya sebagai hasil yang hati-hati,
ketat dan sama mahirnya dengan peneliti kuantatif.
Burren & morgan ( dalam buku Imam Gunawan ) berpendapat
bahwa paradigma memiliki empat asumsi yang berhubungan dengan ontologi,
epistimologi, sifat manusia ( human nature ), dan metodologi. Dari keempat
asumsi tersebut memunculkan perbedaan yang tidak dapat diabaikan seperti
dikatakan semata mata berbeda secara “philosophical”.Secara
implisit maupun eksplisit posisi paradigma memiliki konsekuensi penting dalam
penelitian, interpretasi penemuan dan pemilihan kebijakan. Sehingga asumsi
asumsi tersebut terdapat perbedaan dalam pendekatan kuantitatif dan kualitatif
sebagai berikut :
Asumsi
Paradigma Penelitian
Tabel
1.1
Asumsi
|
Subjectivisme
|
Objectivisme
|
Ontologi
|
Nominalisme
Golongan Nominalis
berpendapata bahwa suatu fenomena sosial hanya merupakan produk persepsi dan
intuisi dari individu yang terlibatdidalam fenomena sosial tersebut
|
Realisme
Golongan
Realis berpendapat bahwa suatu fenomena sosial merupakan suatu hal nyata yang
independent dan tidak berubah terhadap penilaian individu
|
Epistimelogi
|
Antipositivme
Berpendapat
bahwa fenomena sosial hanya dapat dipahami oleh individu jika terlibat
langsung di dalam fenomena tersebut. Golongan ini menentang adanya “pengamat”
adalah oknum yang memahami fenomena sosial dari sisi luar fenomena tersebut
|
Positivisme
Berpendapata
bahwa individu dapat menjelaskann dan memperkirakan fenomena pada dunia
sosial dengan mencari kesamaan dan hubungan sebab akibat antarelemen sosial.
Pendapat ini mendukung adanya “pengamat”
|
Sifat Manusia
|
Voluntarisme
Golongan yang
erpendapat bahwa individu dan aktivitasnya benar benar bebas dari situasi dan
lingkungan dimana ia berada dan menekankan konsep “fre-will”, yaitu kebebasan
berkehendak
|
Determinisme
Berpendapat
bahwa individu dan aktivitasnya sepenuhnya ditentukan situasi dan lingkungan
ketika ia berada
|
Metodologi
|
Idiografis
Berpendapat
bahwa metode yang layak digunakan untuk memahami ilmu sosial dengan langsung
berpartisipasi di dalam fenomena fenomena yang terjadi didalam ilmu sosial
|
Nomotetis
Berpendapat
bahwa metode yang layak digunakan untuk memahami ilmu sosial adalah
menggunakan metode sistematis, antara lain pengujian hipotesa, analisis uji
coba, dan penggunaan teknik kuantitatif pada analisis data
|
Dari definisi dan muatan paradigma ini, Zamroni
mengungkapkan tentang posisi paradigma sebagai alat bantu bagi ilmuwan untuk
merumuskan berbagai hal yang berkaitan dengan;
1.
Apa
yang harus dipelajari;
2.
Persoalan-persoalan
apa yang harus dijawab;
3.
Bagaimana
metode untuk menjawabnya;
4. Aturan-aturan apa yang harus diikuti
dalam menginterpretasikan informasi yang diperoleh.
C. JENIS
PENELITIAN PARADIGMA KUALITATIF
Paradigma dalam penelitian kualitatif
terdiri atas tiga, antara lain :
1. Postpositivisme
Paradigma postpositivisme lahir sebagai
paradigma yang ingin memodifikasi kelemahan – kelemahan yang terdapat pada
paradigma positivisme. Paradigma postpositivisme berpendapat bahwa peneliti
tidak bisa mendapatkan fakta dari suatu kenyataan apabila si peneliti membuat
jarak (distance) dengan kenyataan yang ada. Hubungan peneliti dengan realitas harus bersifat interaktif.
Oleh karena itu perlu menggunakan prinsip trianggulasi, yaitu penggunaan
bermacam – macam metode, sumber data,dan data. (Tahir, 2011: 57-58)
2. Konstruktivisme
Paradigma ini memandang bahwa kenyataan
itu hasil konstruksi atau bentukan dari manusia itu sendiri. Kenyataan itu
bersifat ganda, dapat dibentuk, dan merupakan satu keutuhan. Kenyataan ada sebagai hasil
bentukan dari kemampuan berpikir seseorang.Pengetahuan hasil bentukan manusia
itu tidak bersifat tetap tetapi berkembang terus. Penelitian
kualitatifberlandaskan paradigma konstruktivisme yang berpandangan bahwa pengetahuan itu
bukan hanya merupakan hasil pengalaman terhadap fakta, tetapi juga merupakan
hasil konstruksi pemikiran subjek
yang diteliti. Pengenalan manusia terhadap realitas sosial berpusat pada subjek
dan bukan pada objek, hal ini berarti bahwa ilmu
pengetahuan bukan hasil pengalaman semata, tetapi merupakan juga hasil konstruksi
oleh pemikiran. (Arifin,dalam
Sri Ummaha 2012: 140)
3. Teori kritis
(critical theory)
Teori kritis memandang bahwa kenyataan
itu sangat berhubungan dengan pengamat yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lain serta nilai – nilai yang dianut oleh pengamat tersebut turut mempengaruhi
fakta dari kenyataan tersebut. Paradigma
teori kritis ini sama dengan paradigma postpositivisme yang menilai realitas
secara kritis. (Tahir, dalam Sri Ummaha 2011: 58)
D. PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF
Para filosof
berusaha untuuk mengajarkan tentang kebenaran melalui model model tertentu
untuk melakukan penelitian yang pada hakekatnya merupakan wahana untuk
menemukan untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan suatu
kebenaran.Paradigma penelitian merupakan dasar pijakan untuk mencermati hakikat
fenomena atau gejala alam semesta, yang dapat di pandang sebagai realitas
tunggal, dan dapat pula dipandang sebagai realitas ganda (jamak).Pandangan
pertama mengembangkan pola pikir positivistik yang melahirkan paradigma ilmiah
yang lazim diikuti oleh penelitian kuantitatif.Sedangkan pandangan kedua
mengembangkan pola pikir fenomenologis dan melahirkan paradigma alamiah, yang
lazim diikuti oleh penelitian kualitatatif.
Paradigma
penelitian kualitatif dilakukan melalui proses induktif, yaitu berangkat dari konsep khusus ke umum, konseptualisasi, kategorisasi,
dan deskripsi yangdikembangkan berdasarkan masalah yang terjadi dilokasi
penelitian.
Menurut Patton dalam Djunaidi
paradigma dalam penelitian adalah suatu pandangan, suatu perspektif umum atau
cara untuk memisah misahkan dunia nyata yang komplek, kemudian memberikan arti
atau makna dan penafsiran penafsiran.
Ada dua
paradigma besar yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu –
ilmu social dan ilmu tentang manusia, yaitu ;
1. Paradigma
positivisme
Paradigm ini sering disebut ilmiah
yang bersumber dari pemikiran positivistik
yang akan memunculkan pandangan kuantitatif yang berupaya membuat deskripsi
obyektif tentang fenomena terbatas dan menentukan apakah fenomena tersebut
dapat dikontrol melalui beberapa intervensi dan dianalisis secara numerical,
sehingga akan mengarah ke hubungan antar variabel.
2. Paradigmarealism/Rasionalisme
Paradigm realisme sering disebut
paradigm alamiah yang bersumber pada pandangan fenomologi. Berbeda dengan paradigma positivistik dengan adanya
pemikiran realita perhitungan realita akan memunculkan penelitan kuantitatif.Rasionalisme
sebagai bagian logika rasional empiric obyek dengan kemampuan berfikir
deduktifnya diharapkan dapat membuat ilmuwan menjadi lebih produktif dalam
membangun teori. Paradigma
rasionalisme bertujuan untuk memahami makna
perilaku, simbol-simbol, dan fenomena-fenomena. Paradigma ini menekankan
hakekat kenyataan sosial yang didasarkan pada definisi subjektif dan penilaiannya.
Paradigma kualitatif ini juga merupakan paradigma penelitian yang menekankan
pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan
kondisi realitas atau natural
setting yang holistis,
kompleks, dan rinci. Paradigma ini menggunakan pendekatan induksi yang
mempunyai tujuan penyusunan konstruksi teori atau hipotesis melalui
pengungkapanfakta.Paradigma ini disebut juga dengan
pendekatankonstruktifisnaturalistik atau interpretatif (constructivist, naturalistic or interpretative approach), atau
perspektif post-modern.
Dari pengertian paradigma di atas
dapat disimpulkan adanya perbedaan paradigma menurut Lincoln dan Guba sebagai
berikut :
Tabel 2
Perbedaan
Aksioma
Aksioma Tentang
|
Paradigma Ilmiah
|
Paradigma Alamiah
|
Hakekat Kenyataan
|
Kenyataan adalah
tunggal, nyata dan fragmentasis
|
Kenyataan adalah
jamak, dibentuk, dan merupakan keutuhan
|
Hubungan Pencari tahu
dengan yang tahu
|
Pencari tahu dan yang
tahu adalah bebas, jadi ada dualisme
|
Pencari tahu dan yang
mencari tahu aktif bersama, jadi tidak dapat dipisahkan
|
kemungkinan
generalisasi
|
Generalisasi atas dara
bebas-waktu dan bebas konteks dimungkinkan ( Pernyataan Nomotetik )
|
Hanya waktu dan
konteks yang mengikat hipotesis kerja ( pernyataan idiografis ) yang
dimungkinkan
|
Kemungkinan sebab
akibat
|
Terdapat penyebab
sebenarnya yang secara temporer terhadap, atau secara simultan terhadap
akibatnya
|
Setiap keutuhan berada
dalam keadaan mempengaruhi secara bersama sama sehingga sukar membedakan mana
sebab mana akibat
|
Peranan Nilai
|
inkuirinya bebas nilai
|
inkuirinya terikat
nilai
|
Untuk memperoleh gambaran yang
lebih lengkap tentang aksiona Lincoln & Cuba tentang aksioma paradigma
Alamiah adalah sebagai beriku :
4. Ontology
alamiah terbentuk secara ganda yang dapat diteliti
5. Hubungan
yang mencari tahu dan pencari tahu
6. Kemungkinan
menggeneralisasi
7. Kemungkinan
hubungan kausalitas
8. Peranan
nilai dalam inkuiri
Merupakan hal yang terikat oleh
nilai, paling tidak dalam cara yang lain diantaranya :
a. Inkuiri
dipengaruhi oleh nilai nilai peneliti sebagai yang dinyatakan dalam pemilihan
masalah dan dalam menyusun kerangka, mengikat, dan memfokuskan masalah itu
b. Inkuiri
dipengaruhi oleh pemilihan paradigm yang membimbing kea rah penentuan masalah
c. Inkuiri
dipengaruhi oleh pemilihan teori substantive yang dimanfaatkan guna membimbing
pengumpulan dan analisis data serta penafsiran penemuan
d. Inkuiri
dipengaruhi oleh nilai nilai yang berada dalam konteks
e. Inkuiri
beresonansi nilai ( penguatan atau kongruen ) dan berdisonansi nilai (
bertentangan ).
A. Hakikat
paradigma alamiah
Menurut
Lincoln dan Guba dalam, asumsi-asumsi dasar pada paradigma alamiah dapat
dipahami hakikatnya, antara lain :
1. Asumsi
tentang kenyataan
Kajian utama dalam
paradigma alamiah adalah berusaha mendapatkan pemahaman yang mendalam dari suatu
fenomena yang diteliti atau berusaha mencari makna dibalik fenomena. Dalam
penelitian kualitatif peneliti ingin mendapatkan makna di balik fenomena, untuk
itu peneliti perlu mendapatkan pemahaman yang mendalam dari suatu fenomena (verstehen).
Untuk mendapatkan
pemahaman yang mendalam (verstehen), tidak cukup apabila hanya
mengetahui tentang apa dari suatu fenomena tetapi juga mengapa dan bagaimana
dari suatu fenomena. Mengapa suatu fenomena ada atau terjadi, bagaimana suatu
fenomena terjadi atau bagaimana proses terjadinya suatu fenomena. Oleh karena
itu, pengetahuan tentang apa, mengapa, dan bagaimana, harus dikuasai oleh
peneliti.(Lexy, 1996)
2. Asumsi
tentang peneliti dan subjek
“Paradigma
alamiah berasumsi bahwa fenomena bercirikan interaktivitas. Walaupun usaha
penjajagan dapat mengurangi interaktivitas sampai ke tingkatan minimum,
sejumlah besar kemungkinan akan tetap tersisa. Pendekatan yang baik memerlukan
pengertian tentang kem ungkinan pengaruh terhadap interaktivitas, dan dengan
demikian perlu memperhitungkannya.”(Tahir, 2011:61)
3. Asumsi tentang hakikat pernyataan tentang “kebenaran”
Dalam
paradigma alamiah, penelitian tidak dapat digeneralisasikan karena upaya
generalisasi terikat dengan konteks harus diinterpretasikan kasus perkasus.
Dalam penelitian kualitatif karena tidak bertujuan menggeneralisasikan hasil
penelitiannya, maka penelitian kualitatif tidak perlu meneliti banyak kasus
atau subjek. Dalam studi kasus subjek yang diteliti dapat satu tetapi dapat
juga banyak, bahkan mungkin penduduk suatu negara. Karena dalam studi kasus
yang sangat penting adalah sifatnya yang sangat spesifik. Contoh
penelitian tentang “Perkembangan Demokrasi pada Negara-negara Sosialis.”
Negara-negara yang menganut paham Sosialis menentang paham Demokrasi. Jadi
penelitian perkembangan demokrasi di negara-negara sosialis bersifat
spesifik.Untuk mendeskripsikan hal tersebut, peneliti harus mengumpulkan
informasi tentang kedua negara tersebut (thick description).
E. Kesimpilan
1. Penelitian
kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan
penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan
prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).
2. Paradigma
adalah pandangan mendasar mengenai pokok persoalan, tujuan, dan sifat dasar
bahan kajian. Dalam suatu paradigma terkandung sejumlah pendekatan. Dalam suatu
pendekatan terkandung sejumlah metode. Dalam suatu metode terkandung sejumlah
teknik. Sedangkan dalam suatu teknik terkandung sejumlah cara dan piranti.
3. Paradigma dalam
penelitian kualitatif terdiri atas tiga, antara lain :
a.
Postpositivisme
b.
Konstruktivisme
c.
Teoti Kritis (Critical Theory)
4. a)
Paradigma positivisme
Paradigma ini didasarkan pada sejumlah
prinsip, termasuk suatu kepercayaan di dalam kenyataan objektif, pengetahuan
yang hanya diperoleh dari data yang dimengerti yang dapat secara langsung
dialami dan dibuktikan di antara para pengamat yang mandiri.
b) Paradigma alamiah (interpretif)
Dengan penekanannya pada hubungan yang
secara sosial terjadi antara formasi konsep dan bahasa, itu dapat dikenal
sebagai paradigma interpretif, yang berisi seperti pendekatan metodologis
kualitatif, seperti fenomenologi, etnografi, dan hermeneutik, yang ditandai
oleh kepercayaan di dalam kenyataan sosial yang dibangun berdasarkan subjektif,
sesuatu yang dipengaruhi oleh kultur sejarah.
5. Perbedaan
Paradigma Positivisme Dan Alamiah
Paradigma dalam penelitian kuantitatif
adalah Positivisme, yaitu suatu keyakinan dasar yang berakar dari
paham ontologi realisme yang menyatakan bahwa realitas itu ada (exist)
dalam kenyataan yang berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws).
Sedangkan Paradigma kualitatif menyatakan pendekatan
konstruktif atau naturalistis, pendekatan interpretatif, atau sudut
pandang postpositivist (postmodern).
6. Asumsi – asumsi
dasar dalam paradigma alamiah, antara lain :
a) Asumsi tentang
kenyataan
b) Asumsi tentang
peneliti dan subyek
c) Asumsi tentang
hakikat pernyataan tentang ‘kebenaran’
DAFTAR PUSTAKA
Moleong,
Lexy. J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2006
Ghony,
M. Djunaidy & Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif,
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012
Gunawan,
Imam, metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik, Jakarta: Bumi Aksara
Cet 1, 2013
Muhadjir,
Prof,Dr, H. Noeng, Filsafat Ilmu Kualitatif dan kuantitatif untuk pengembaangan Ilmu dan Penelitian,
Yogyakarta :Rake Sarasin cet III, 2006
Ummu Khairun, Sri, Penelitian Paradigma Kualitatif, Unmuh
Makassar, 2012
https://taufikrahmatullah.wordpress.com/2012/11/12/perbedaan-mendasar-penelitian-kualitatif-dan-kuantitatif/diakses tanggal 20 nopember 2015
0 komentar:
Posting Komentar