Sabtu, 28 November 2015

Paradigma Penelitian Kualitatif

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF
A.  PENDAHULUAN
Penelitian pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran.Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan oleh para filosof, peneliti, maupun oleh para praktisi melalui model – model tertentu.Model tersebut biasanya dikenal dengan paradigma. Paradigma menurut Bogdan dan Biklen (1982:32), adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berfikir dan penelitian
Paradigma merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu distruktur ( Bagian dan hubungannya ) atau bagaimana bagian-bagian berfungsi ( pelaku yang didalamnya ada konteks khusus atau dimensi waktu ).
Dalam penelitian kualitatif “teori” lebih ditempatkan pada garis yang digunakan dibidang sosiologi dan antropologi dan mirip dengan istilah paradigma (Ritzer, dalam Bogdan & Biklen, 1982).Paradigma adalah kumpulan tentang asumsi, konsep, atau proposisi yang secara logis dipakai peneliti.Peneliti yang bagus menyadari tentang dasar teori mereka dan menggunakannya untuk membantu mengumpulkan dan menganalisis data.
Istilah paradigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Kuhn (1962) dan kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs (1970),  Menurut Kuhn, paradigma adalah cara mengetahui realitas sosial yang dikonstruksi oleh mode of thought atau mode of inquiry tertentu, yang kemudian menghasilkan mode of knowing yang spesifik. Definisi tersebut dipertegas oleh Friedrichs, sebagai suatu pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari. Pengertian lain dikemukakan oleh George Ritzer (1980), dengan menyatakan paradigma sebagai pandangan yang mendasar dari para ilmuan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu cabang/disiplin ilmu pengetahuan.
Berdasar definisi Kuhn, Harmon ( dalam J. Moelang ) mendefinisikan paradigma sebagai cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang terkait dengan sesuatu secara khusus tentang visi realitas. Sedangkan Norman K. Denzin membagi paradigma kepada tiga elemen yang meliputi; epistemologi, ontologi, dan metodologi.Epistemologi mempertanyakan tentang bagimana cara kita mengetahui sesuatu, dan apa hubungan antara peneliti dengan pengetahuan. Ontologi berkaitan dengan pertanyaan dasar tentang hakikat realitas.Metodologi memfocuskan pada bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan.
Dari beberapa pendapat di atas, paradigma membantu memberikan definisi tentang apa yang harus dipelajari, pertanyaan yang harus dikemukakan, bagaimana pertanyaan dikemukakan, dan peraturan apa yang harus dipatuhi dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh. Paradigma merupakan suatu konsensus yang paling luas dalam suatu ilmu pengetahuan dan membantu membedakan satu komunitas ilmiah ( subkomunitas ) dari yang lain. Paradigma memasukkan, mendefinisikan, dan menghubungkan eksemplar, teori, metode dan instrumen yang ada di dalamnya.

B.  PENDEKATAN PENELITIAN
Pendekatan penelitian meliputi dua pilihan yakni kualitatif dan kuantitatif dengan asumsi pemahaman masing-masing pendekatan dituliskan secara kontras pada beberapa dimensi (Creswell, 1994:4). Creswell (1994:5-7) mengutip tulisan Guba dan Lincoln (1998), Firestone (1987) dan Mc Cracken (1988) untuk menggambarkan perbedaan asumsi kuantitatif dan kualitatif dilihat dari perbedaan memandang realitas, hubungan antara peneliti dengan yang diteliti, peran nilai, dan retorika antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif yang memunculkan metodologi penelitian yang berbeda pula. Lincoln dan Guba dalam Naturalistic Inquiry (1985: 70-91) menjelaskan lebih mendetail tentang pendekatan penelitian kualitatif.
Pertama, secara ontologis penelitian kualitatif ditandai oleh fakta bahwa peneliti mengkonstruk/membangun realitas yang dia lihat.Dalam gagasan penelitian kualitatif 6 masing-masing orang dilibatkan dalam penelitian, sebagai partisipan atau subyek bersama-sama mengkonstruk realitas.
Kedua, secara epitemologis, penelitian kualitatif didasarkan pada nilai dan judgment nilai, bukan fakta.Dalam pandangan umum di lapangan mereka mengklaim bahwa nilai peneliti memandu dan membentuk simpulan penelitian sebab peneliti membangun realitas dari penelitian. Dalam waktu yang sama peneliti memiliki sensitifitas pada realitas yang diciptakan oleh orang lain yang terlibat, dan konsekuensi perubahannya dan perbedaan-perbedaan nilai. Semua temuan dalam penelitian kualitatif yang dinegosiasikan secara sosial diakui benar.
Ketiga, penelitian kualitatif bersifat empiris dan ilmiah sebagaimana penelitian kuantitatif, meskipun dasar-dasar filosofis penelitian kualitatif baik secara ontologis maupun epistemologis dipandu oleh judgment nilai yang subyektif.Lincoln dan Guba memecahkan masalah empiris dengan sebuah quasi- "Grounded-Theory" yakni pendekatan pada pola-pola.Lincoln dan Guba (1985: 187-220). Mengangkat peneliti sebagai instrument penelitian “research instrument” dari sebuah penelitian, dan menugaskan peneliti untuk meloloskan data dengan secara intens mengidentikasi “tema-tema” yang “muncul” dari data. Menentukan tema-tema yang valid dari data dengan triangulasi tema-tema dengan tema-tema yang sudah dimunculkan oleh instrumen peneliti (researcher-instruments) yang lain dan triangulasi dengan interpretatif data dengan format-format data yang relevan dengan penelitian. Dengan menggunaan triangulasi yang seksama peneliti dapat yakin terhadap hasil penelitiannya sebagai hasil yang hati-hati, ketat dan sama mahirnya dengan peneliti kuantatif.
Burren & morgan ( dalam buku Imam Gunawan ) berpendapat bahwa paradigma memiliki empat asumsi yang berhubungan dengan ontologi, epistimologi, sifat manusia ( human nature ), dan metodologi. Dari keempat asumsi tersebut memunculkan perbedaan yang tidak dapat diabaikan seperti dikatakan semata mata berbeda secara “philosophical”.Secara implisit maupun eksplisit posisi paradigma memiliki konsekuensi penting dalam penelitian, interpretasi penemuan dan pemilihan kebijakan. Sehingga asumsi asumsi tersebut terdapat perbedaan dalam pendekatan kuantitatif dan kualitatif sebagai berikut :

Asumsi Paradigma Penelitian
Tabel 1.1
Asumsi
Subjectivisme
Objectivisme
Ontologi
Nominalisme
Golongan Nominalis berpendapata bahwa suatu fenomena sosial hanya merupakan produk persepsi dan intuisi dari individu yang terlibatdidalam fenomena sosial tersebut
Realisme
Golongan Realis berpendapat bahwa suatu fenomena sosial merupakan suatu hal nyata yang independent dan tidak berubah terhadap penilaian individu
Epistimelogi
Antipositivme
Berpendapat bahwa fenomena sosial hanya dapat dipahami oleh individu jika terlibat langsung di dalam fenomena tersebut. Golongan ini menentang adanya “pengamat” adalah oknum yang memahami fenomena sosial dari sisi luar fenomena tersebut
Positivisme
Berpendapata bahwa individu dapat menjelaskann dan memperkirakan fenomena pada dunia sosial dengan mencari kesamaan dan hubungan sebab akibat antarelemen sosial. Pendapat ini mendukung adanya “pengamat”
Sifat Manusia
Voluntarisme
Golongan yang erpendapat bahwa individu dan aktivitasnya benar benar bebas dari situasi dan lingkungan dimana ia berada dan menekankan konsep “fre-will”, yaitu kebebasan berkehendak
Determinisme
Berpendapat bahwa individu dan aktivitasnya sepenuhnya ditentukan situasi dan lingkungan ketika ia berada
Metodologi
Idiografis
Berpendapat bahwa metode yang layak digunakan untuk memahami ilmu sosial dengan langsung berpartisipasi di dalam fenomena fenomena yang terjadi didalam ilmu sosial
Nomotetis
Berpendapat bahwa metode yang layak digunakan untuk memahami ilmu sosial adalah menggunakan metode sistematis, antara lain pengujian hipotesa, analisis uji coba, dan penggunaan teknik kuantitatif pada analisis data

Dari definisi dan muatan paradigma ini, Zamroni mengungkapkan tentang posisi paradigma sebagai alat bantu bagi ilmuwan untuk merumuskan berbagai hal yang berkaitan dengan;
1.    Apa yang harus dipelajari;
2.    Persoalan-persoalan apa yang harus dijawab;
3.    Bagaimana metode untuk menjawabnya;
4.    Aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan informasi yang diperoleh.

C.  JENIS PENELITIAN PARADIGMA KUALITATIF
Paradigma dalam penelitian kualitatif terdiri atas tiga, antara lain :
1.    Postpositivisme
Paradigma postpositivisme lahir sebagai paradigma yang ingin memodifikasi kelemahan – kelemahan yang terdapat pada paradigma positivisme. Paradigma postpositivisme berpendapat bahwa peneliti tidak bisa mendapatkan fakta dari suatu kenyataan apabila si peneliti membuat jarak (distance) dengan kenyataan yang ada. Hubungan peneliti dengan realitas harus bersifat interaktif. Oleh karena itu perlu menggunakan prinsip trianggulasi, yaitu penggunaan bermacam – macam metode, sumber data,dan data. (Tahir, 2011: 57-58)
2.    Konstruktivisme
Paradigma ini memandang bahwa kenyataan itu hasil konstruksi atau bentukan dari manusia itu sendiri. Kenyataan itu bersifat ganda, dapat dibentuk, dan merupakan satu keutuhan. Kenyataan ada sebagai hasil bentukan dari kemampuan berpikir seseorang.Pengetahuan hasil bentukan manusia itu tidak bersifat tetap tetapi berkembang terus. Penelitian kualitatifberlandaskan paradigma konstruktivisme yang berpandangan bahwa pengetahuan itu bukan hanya merupakan hasil pengalaman terhadap fakta, tetapi juga merupakan hasil konstruksi pemikiran subjek yang diteliti. Pengenalan manusia terhadap realitas sosial berpusat pada subjek dan bukan pada objek, hal ini berarti bahwa ilmu pengetahuan bukan hasil pengalaman semata, tetapi merupakan juga hasil konstruksi oleh pemikiran. (Arifin,dalam Sri Ummaha 2012: 140)
3.    Teori kritis (critical theory)
Teori kritis memandang bahwa kenyataan itu sangat berhubungan dengan pengamat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain serta nilai – nilai yang dianut oleh pengamat tersebut turut mempengaruhi fakta dari kenyataan tersebut. Paradigma teori kritis ini sama dengan paradigma postpositivisme yang menilai realitas secara kritis. (Tahir, dalam Sri Ummaha 2011: 58)

D.  PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF
Para filosof berusaha untuuk mengajarkan tentang kebenaran melalui model model tertentu untuk melakukan penelitian yang pada hakekatnya merupakan wahana untuk menemukan untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan suatu kebenaran.Paradigma penelitian merupakan dasar pijakan untuk mencermati hakikat fenomena atau gejala alam semesta, yang dapat di pandang sebagai realitas tunggal, dan dapat pula dipandang sebagai realitas ganda (jamak).Pandangan pertama mengembangkan pola pikir positivistik yang melahirkan paradigma ilmiah yang lazim diikuti oleh penelitian kuantitatif.Sedangkan pandangan kedua mengembangkan pola pikir fenomenologis dan melahirkan paradigma alamiah, yang lazim diikuti oleh penelitian kualitatatif.
Paradigma penelitian kualitatif dilakukan melalui proses induktif, yaitu berangkat dari konsep khusus ke umum, konseptualisasi, kategorisasi, dan deskripsi yangdikembangkan berdasarkan masalah yang terjadi dilokasi penelitian.
Menurut Patton dalam Djunaidi paradigma dalam penelitian adalah suatu pandangan, suatu perspektif umum atau cara untuk memisah misahkan dunia nyata yang komplek, kemudian memberikan arti atau makna dan penafsiran penafsiran.
Ada dua paradigma besar yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu – ilmu social dan ilmu tentang manusia, yaitu ;
1.      Paradigma positivisme
Paradigm ini sering disebut ilmiah yang bersumber dari pemikiran positivistik yang akan memunculkan pandangan kuantitatif yang berupaya membuat deskripsi obyektif tentang fenomena terbatas dan menentukan apakah fenomena tersebut dapat dikontrol melalui beberapa intervensi dan dianalisis secara numerical, sehingga akan mengarah ke hubungan antar variabel.
2.      Paradigmarealism/Rasionalisme
Paradigm realisme sering disebut paradigm alamiah yang bersumber pada pandangan fenomologi. Berbeda dengan paradigma positivistik dengan adanya pemikiran realita perhitungan realita akan memunculkan penelitan kuantitatif.Rasionalisme sebagai bagian logika rasional empiric obyek dengan kemampuan berfikir deduktifnya diharapkan dapat membuat ilmuwan menjadi lebih produktif dalam membangun teori. Paradigma rasionalisme bertujuan untuk memahami makna perilaku, simbol-simbol, dan fenomena-fenomena. Paradigma ini menekankan hakekat kenyataan sosial yang didasarkan pada definisi subjektif dan penilaiannya. Paradigma kualitatif ini juga merupakan paradigma penelitian yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas atau natural setting yang holistis, kompleks, dan rinci. Paradigma ini menggunakan pendekatan induksi yang mempunyai tujuan penyusunan konstruksi teori atau hipotesis melalui pengungkapanfakta.Paradigma ini disebut juga dengan pendekatankonstruktifisnaturalistik atau interpretatif (constructivist, naturalistic or interpretative approach), atau perspektif post-modern.
Dari pengertian paradigma di atas dapat disimpulkan adanya perbedaan paradigma menurut Lincoln dan Guba sebagai berikut :

Tabel 2
Perbedaan Aksioma
Aksioma Tentang
Paradigma Ilmiah
Paradigma Alamiah
Hakekat Kenyataan
Kenyataan adalah tunggal, nyata dan fragmentasis
Kenyataan adalah jamak, dibentuk, dan merupakan keutuhan
Hubungan Pencari tahu dengan yang tahu
Pencari tahu dan yang tahu adalah bebas, jadi ada dualisme
Pencari tahu dan yang mencari tahu aktif bersama, jadi tidak dapat dipisahkan
kemungkinan generalisasi
Generalisasi atas dara bebas-waktu dan bebas konteks dimungkinkan ( Pernyataan Nomotetik )
Hanya waktu dan konteks yang mengikat hipotesis kerja ( pernyataan idiografis ) yang dimungkinkan
Kemungkinan sebab akibat
Terdapat penyebab sebenarnya yang secara temporer terhadap, atau secara simultan terhadap akibatnya
Setiap keutuhan berada dalam keadaan mempengaruhi secara bersama sama sehingga sukar membedakan mana sebab mana akibat
Peranan Nilai
inkuirinya bebas nilai
inkuirinya terikat nilai

Untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang aksiona Lincoln & Cuba tentang aksioma paradigma      Alamiah adalah sebagai beriku :
4.      Ontology alamiah terbentuk secara ganda yang dapat diteliti
5.      Hubungan yang mencari tahu dan pencari tahu
6.      Kemungkinan menggeneralisasi
7.      Kemungkinan hubungan kausalitas
8.      Peranan nilai dalam inkuiri
Merupakan hal yang terikat oleh nilai, paling tidak dalam cara yang lain diantaranya :
a.       Inkuiri dipengaruhi oleh nilai nilai peneliti sebagai yang dinyatakan dalam pemilihan masalah dan dalam menyusun kerangka, mengikat, dan memfokuskan masalah itu
b.      Inkuiri dipengaruhi oleh pemilihan paradigm yang membimbing kea rah penentuan masalah
c.       Inkuiri dipengaruhi oleh pemilihan teori substantive yang dimanfaatkan guna membimbing pengumpulan dan analisis data serta penafsiran penemuan
d.      Inkuiri dipengaruhi oleh nilai nilai yang berada dalam konteks
e.       Inkuiri beresonansi nilai ( penguatan atau kongruen ) dan berdisonansi nilai ( bertentangan ).

A.    Hakikat paradigma alamiah
Menurut Lincoln dan Guba dalam, asumsi-asumsi dasar pada paradigma alamiah dapat dipahami hakikatnya, antara lain :
1.      Asumsi tentang kenyataan
Kajian utama dalam paradigma alamiah adalah berusaha mendapatkan pemahaman yang mendalam dari suatu fenomena yang diteliti atau berusaha mencari makna dibalik fenomena. Dalam penelitian kualitatif peneliti ingin mendapatkan makna di balik fenomena, untuk itu peneliti perlu mendapatkan pemahaman yang mendalam dari suatu fenomena (verstehen).
Untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam (verstehen), tidak cukup apabila hanya mengetahui tentang apa dari suatu fenomena tetapi juga mengapa dan bagaimana dari suatu fenomena. Mengapa suatu fenomena ada atau terjadi, bagaimana suatu fenomena terjadi atau bagaimana proses terjadinya suatu fenomena. Oleh karena itu, pengetahuan tentang apa, mengapa, dan bagaimana, harus  dikuasai oleh peneliti.(Lexy, 1996)
2.      Asumsi tentang peneliti dan subjek
Paradigma alamiah berasumsi bahwa fenomena bercirikan interaktivitas. Walaupun usaha penjajagan dapat mengurangi interaktivitas sampai ke tingkatan minimum, sejumlah besar kemungkinan akan tetap tersisa. Pendekatan yang baik memerlukan pengertian tentang kem ungkinan pengaruh terhadap interaktivitas, dan dengan demikian perlu memperhitungkannya.”(Tahir, 2011:61)

3.      Asumsi tentang hakikat pernyataan tentang “kebenaran”
Dalam paradigma alamiah, penelitian tidak dapat digeneralisasikan karena upaya generalisasi terikat dengan konteks harus diinterpretasikan kasus perkasus. Dalam penelitian kualitatif karena tidak bertujuan menggeneralisasikan hasil penelitiannya, maka penelitian kualitatif tidak perlu meneliti banyak kasus atau subjek. Dalam studi kasus subjek yang diteliti dapat satu tetapi dapat juga banyak, bahkan mungkin penduduk suatu negara. Karena dalam studi kasus yang sangat penting adalah sifatnya yang sangat spesifik. Contoh penelitian tentang “Perkembangan Demokrasi pada Negara-negara Sosialis.” Negara-negara yang menganut paham Sosialis menentang paham Demokrasi. Jadi penelitian perkembangan demokrasi di negara-negara sosialis bersifat spesifik.Untuk mendeskripsikan hal tersebut, peneliti harus mengumpulkan informasi tentang kedua negara tersebut (thick description).
E.   Kesimpilan
1.      Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).
2.      Paradigma adalah pandangan mendasar mengenai pokok persoalan, tujuan, dan sifat dasar bahan kajian. Dalam suatu paradigma terkandung sejumlah pendekatan. Dalam suatu pendekatan terkandung sejumlah metode. Dalam suatu metode terkandung sejumlah teknik. Sedangkan dalam suatu teknik terkandung sejumlah cara dan piranti. 
3.      Paradigma dalam penelitian kualitatif terdiri atas tiga, antara lain :
a.       Postpositivisme
b.      Konstruktivisme
c.       Teoti Kritis (Critical Theory)
4.     a)  Paradigma positivisme
Paradigma ini didasarkan pada sejumlah prinsip, termasuk suatu kepercayaan di dalam kenyataan objektif, pengetahuan yang hanya diperoleh dari data yang dimengerti yang dapat secara langsung dialami dan dibuktikan di antara para pengamat yang mandiri.
b) Paradigma alamiah (interpretif)
Dengan penekanannya pada hubungan yang secara sosial terjadi antara formasi konsep dan bahasa, itu dapat dikenal sebagai paradigma interpretif, yang berisi seperti pendekatan metodologis kualitatif, seperti fenomenologi, etnografi, dan hermeneutik, yang ditandai oleh kepercayaan di dalam kenyataan sosial yang dibangun berdasarkan subjektif, sesuatu yang dipengaruhi oleh kultur sejarah.
5.     Perbedaan Paradigma Positivisme Dan Alamiah
Paradigma dalam penelitian kuantitatif adalah Positivisme, yaitu suatu keyakinan dasar yang berakar dari paham ontologi realisme yang menyatakan bahwa realitas itu ada (exist) dalam kenyataan yang berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws). Sedangkan  Paradigma kualitatif menyatakan pendekatan konstruktif atau naturalistis, pendekatan interpretatif, atau sudut pandang postpositivist (postmodern).
6.     Asumsi – asumsi dasar dalam paradigma alamiah, antara lain :
a)      Asumsi tentang kenyataan
b)      Asumsi tentang peneliti dan subyek
c)      Asumsi tentang hakikat pernyataan tentang ‘kebenaran’



DAFTAR PUSTAKA

Moleong, Lexy. J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006
Ghony, M. Djunaidy & Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012
Gunawan, Imam, metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik, Jakarta: Bumi Aksara Cet 1, 2013
Muhadjir, Prof,Dr, H. Noeng, Filsafat Ilmu Kualitatif dan kuantitatif  untuk pengembaangan Ilmu dan Penelitian, Yogyakarta :Rake Sarasin cet III, 2006
Ummu Khairun, Sri, Penelitian Paradigma Kualitatif, Unmuh Makassar, 2012

0 komentar:

Posting Komentar

Aka_Eka