PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN
A.
PENDIDIKAN
1.
Hakekat
Pendidikan
Secara formal pendidikan itu
dilaksanakan sejak usia dini sampai perguruan tinggi. Adapun secara hakiki
pendidikan dilakukan seumur hidup sejak lahir hingga dewasa. Waktu kecil pun
dalam UU 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pendidikan anak usia dini yang nota
bene anak-anak kecil sudah didasari dengan pendidikan yang mengajarkan
nilai-nilai moral yang baik agar dapat membentuk kepribadian dan potensi diri
sesuai dengan perkembangan anak. Dalam PP 27 tahun 1990 bab 1 pasal 1 ayat 2,
disebutkan bahwa sekolah untuk peserta didik yang masih kecil adalah salah satu
bentuk pendidikan pra sekolah yang menyediakan program pendidikan dini bagi
anak usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan dasar (Harianti, 1996: 12). Di
samping itu terdapat 6 fungsi pendidikan (Depdiknas 2004: 4), yaitu:
-
Mengenalkan peraturan
dan menanamkan disiplin kepada anak.
-
Mengenalkan anak pada
dunia sekitarnya.
-
Menumbuhkan sikap dan
perilaku yang baik.
-
Mengembangkan kemampuan
berkomunikasi dan bersosialisasi.
-
Mengembang ketrampilan,
kreativitas, dan kemampuan yang dimiliki anak.
-
Menyiapkan anak untuk
memasuki pendidikan dasar.
Dari beberapa uraian di atas inilah,
maka pendidikan yang menanamkan nilai-nilai positif akan tepat dimulai ketika
anak usia dini. Dengan demikian pendidikan bagi peserta didik yang masih kecil
merupakan landasan yang tepat sebelum masuk pada pendidikan yang lebih tinggi.
Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan awal yang sesuai dengan tujuan
untuk mengembangkan sosialisasi anak, menumbuhkan kemampuan sesuai dengan
perkembangannya, mengenalkan lingkungan kepada anak, serta menanamkan disiplin,
karena secara tidak langsung dapat menanamkan atau mentransfer nilai-nilai
moral dan nilai sosial kepada anak. Jadi dari uraian konsep pendidikan seperti
tersebut dalam pendahuluan, dapat dipahami makna dan kepentingan pendidikan
secara hakiki bagi manusia. Pendidikan bagi manusia dapat diuraikan sebagai
berikut.
a.
Manusia sebagai makhluk
Tuhan.
Manusia adalah makhluk Allah yang paling
sempurna. Manusia lahir dalam keadaan lemah, tidak berdaya apa-apa. Oleh karena
ketidak berdayaan ini, manusia membutuhkan bantuan, mulai dari kebutuhan
fisik/biologis seperti makan, minum, berjalan, berbicara, dan lain sebagainya
sampai pada kebutuhan rohaniah seperti kesenangan, kepuasan, dan lain
sebagainya. Dari ketidak berdayaan ini inilah lalu manusia berusaha dengan
menggunakan akal dan pikirannya. Manusia menggunakan lingkungan sebagai ajang
belajar. Akhirnya dengan pendidikan manusia mempelajari lingkungannya.
Dengan pendidikan manusia menjadi
“berdaya” atau “mampu”. Manusia menggunakan akalnya seperti yang dikatakan oleh
Cassirer bahwa manusia itu mengguanakan akalnya. Manusia adalah makhluk yang
berakal. Bahkan karena akalnya itu, Ernst Cassirer seorang filsuf dalam bukunya
An Essay on Man (1944) menekankan bahwa manusia adalah animal symbolicum yang
artinya manusia adalah binatang bersimbol. Untuk membedakan manusia dengan
binatang, terletak pada kemampuan akal manusia yaitu dengan menciptakan
simbol-simbol dan tanda-tanda bagi komunitasnya.
Van Baal (1987:17) juga mengatakan bahwa
sesuatu yang menjadi milik manusia itu diperoleh dengan dua cara: Pertama,
secara umum untuk menunjukkan segala sesuatunya dengan belajar. Kedua, sebagai
suatu istilah yang mencakup kesemuanya untuk menunjukkan bentuk kehidupan
secara total dari para anggota suatu kelompok tertentu.Hal demikian juga
seperti dikatakan oleh Kuntjaraningrat bahwa manusia itu memperoleh segala
sesuatunya dengan belajar. Ia mengatakan bahwa segala sesuatu yang menjadi
milik manusia itu diperoleh dengan belajar.
b.
Manusia memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Sebagai makhluk sosial dan juga sebagai
makhluk individu, manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Manusia akan membagi kelebihannya dengan manusia lain, sedangkan sebagai
makhluk individual manusia butuh mencukupi kekurangan pada dirinya. Sebagai
makhluk sosial pula, manusia berhubungan dengan banyak orang. Ia akan belajar
dari manusia dan juga alam di sekelilingnya. Kemudian yang berada di sekelilingnya
itu akan diserap ke dalam otaknya dan akan menjadi miliknya. Dengan demikian
manusia akan belajar dari lingkungannya. Masing-masing manusia yang ditemuinya
ada yang memiliki kelebihan dan ada yang memiliki kekurangan.
c.
Manusia secara kodrati
memiliki potensi yang dibawa sejak lahir.
Sebagai manusia ia juga memiliki
kemampuan yang dibawa sejak lahir. Kemampuan atau potensi ini menurut ilmu jiwa
disebut bakat (talent). Bakat sejak lahir itu perlu pemupukan dari
lingkungannya terutama keluarga. Oleh karena sebagai manusia memiliki
kekurangan maka untuk mengembangkan bakat ini dibutuhkan juga pendidikan.
Potensi yang dimaksud adalah kemampuan
seperti diungkapkan dalam Undang-undang 20 tahun 2003 tentang pendidikan. Dalam
pasal 1 ayat 4 dijelaskan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia
pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu (UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional). Peserta didik itu juga manusia, maka dapat
dikatakan bahwa manusia itu dalam mengembangkan potensinya juga membutuhkan
pendidikan. Apalagi jika potensi itu dari lahir yang disebut bakat (talent).
d.
Manusia merupakan suatu
proses.
Manusia itu sejak lahir sampai dewasa
mengalami suatu “proses”. Proses yang panjang ini dilalui dengan pendidikan,
yaitu dengan memperoleh “nilai” yang diperoleh dari masyarakatnya. Masyarakat
keluarga, masyarakat sekolah, masyarakat tempatnya bekerja, dan masyarakat
tempat manusia itu bergaul. Secara holistik, nilai ini diraih dalam rangka
“memanusiakan” dirinya.
Pernyataan bahwa pendidikan itu dialami
manusia sejak lahir hingga dewasa, hal tersebut mengisyaratkan bahwa pendidikan
itu dimulai sejak kecil hingga dewasa. Maka jika dari kecil sudah diberi
pendidikan seperti tersebut di atas, dan selama hidup, lingkungannya juga
membentuk manusia lahir dan batinnya, maka ketika dewasa pun akan membentuk
karakter. Oleh karena itu dapat disebutkan bahwa manusia adalah suatu proses.
e.
Manusia sebagai makhluk
individu.
Manusia hidup sebagai dirinya sendiri.
Dalam mengarungi hidupnya bagaikan “orang buta yang berjalan di tengah hutan
pada malam hari musim hujan”. Ia tidak tahu dirinya, bahkan tidak kenal dengan
dirinya sendiri. Oleh karena itu, manusia melakukan upaya menemukan jati
dirinya. Upaya-upaya ini dilakukan dengan belajar dari lingkungannya yaitu
dengan pendidikan yang dilakukannya dalam jangka waktu yang tidak ada batasnya,
yaitu sepanjang hayat di kandung badan, sepanjang hidupnya.
Jati diri manusia adalah “kematangan”
atau “kedewasaan”. Yang dimaksud adalah matang secara ragawi, matang secara
rohani, matang intelektual. Di samping itu juga matang dalam berhubungan baik
secara horizontal (hubungan antar manusia dengan manusia dan alam lingkungan)
maupun hubungan vertikal (hubungan manusia dengan Tuhannya). Penemuan “jati
diri” yang benar inilah yang akan menobatkan manusianya sebagai manusia.
2.
Tujuan
Pendidikan
Tujuan pendidikan itu juga ditanamkan
sejak manusia masih dalam kandungan, lahir, hingga dewasa yang sesuai dengan
perkembangan dirinya. Ketika masih kecil pun pendidikan sudah dituangkan dalam
UU 20 Sisdiknas 2003, yaitu disebutkan bahwa pada pendidikan anak usia dini
bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap
perkembangan peserta didik (Depdiknas 2003: 11).
Dengan demikian tujuan pendidikan juga
mengalami perubahan menyesuaikan dengan perkembangan manusia. Oleh karena
pendidikan dialami sejak manusia lahir hingga dewasa, maka tujuan pendidikan
juga merupakan
suatu proses. Proses “memanusiakan dirinya sebagai manusia” merupakan makna
yang hakiki di dalam pendidikan. Keberhasilan pendidikan merupakan “cita-cita
pendidikan hidup di dunia” (Dalam agama ditegaskan juga bahwa cita-cita “hidup”
manusia adalah di akherat). Akan tetapi tidak selamanya manusia menuai hasil
dari proses yang diupayakan tersebut. Oleh karena itu, kadang proses itu
berhasil atau kadang pun tidak. Jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa
“keberhasilan” dari proses pendidikan secara makro tersebut merupakan tujuan.
Keberhasilan itu juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal ini mengingat bahwa pendidikan itu ada
tiga pilar yaitu:
a.
pendidikan keluarga
b.
pendidikan sekolah,
c.
dan pendidikan
masyarakat.
Tujuan pendidikan disebut juga dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 dalam pasal 3 adalah sebagai berikut
“pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab". Dalam tujuan pendidikan seperti
tersebut tadi, terdapat beberapa kata kunci antara lain iman dan takwa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan demokratis.
Konsekuensinya adalah kriteria atau bisa
juga disebut sebagai evaluasi pendidikan yang diterapkan harus mampu melihat
sejauh mana ketercapaian setiap hal yang disebutkan dalam tujuan tersebut.
Evaluasi harus mampu mengukur tingkat pencapaian setiap komponen yang tertuang
dalam tujuan pendidikan yaitu tertuang dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003.
Dari penjelasan tersebut tampak sinkron antara konsep pendidikan yang
dituangkan oleh pemerintah dengan konsep pendidikan masyarakat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
hakekat pendidikan dan tujuan pendidikan adalah bahwa pendidikan seumur hidup
sejak manusia lahir sampai dewasa, baik itu pendidikan formal dari kecil hingga
perguruan tinggi, maupun pendidik di lingkungan masyarakat atau di tempat dia
tinggal. Tujuan pendidikan itu juga untuk menciptakan manusia yang matang dan
wibawa secara lahir dan batin, menyangkut keimanan, ketakwaan, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab.
3.
Jenis
Dan Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah tingkatan
pendidikan persekolahan yang berkesinambungan antara satu jenjang dengan
jenjang lainnya. Jenjang pendidikan terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi sebagai berikut :
a.
Pendidikan dasar
Pendidikan dasar merupakan yang
melandasi pendidikan menengah, setiap warga negara yang berusia tujuh tahun
sampai lima belas tahun wajib mendapatkan pendidikan dengan 6 tahun pertama di
tingkat sekolah dasar dan 3 tahun kemudian di sekolah lanjutan tingkat pertama.
Pendidikan dasar menekankan pada kemampuan dasar peserta didik untuk
mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan
umat manusia serta persiapan peserta didik mengikuti pendidikan menengah.
Jenjang pendidikan dasar ini meliputi :
1.
Sekolah Dasar (SD) atau
Madrasah Ibtidaiyyah (MI)
2.
Sekolah Menengah
Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs)
b.
Pendidikan menengah
Dalam pendidikan menengah bertujuan agar
peserta didik memiliki karakter, kecakapan, ketrampilan, pengetahuan yang kuat
untuk mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan
alam sekitar serta mengembangkan kemampuan secara lebih lanjut dalam dunia
kerja atau pendidikan lebih lanjut. Pendidikan menengah merupakan kelanjutan
dari sekolah dasar yang terdiri dari sekolah menengah umum dan kejuruan yaitu :
1.
Sekolah menengah atas
(SMA)
2.
Madrasah aliyah (MA)
3.
Sekolah menengah
kejuruan (SMK)
4.
Madrasah aliyah
Kejuruan (MAK)
c.
Jalur pendidikan tinggi
Selanjutnya pendidikan tinggi ini
merupakan kelanjutan dari tingkat menengah, didalam pendidikan tinggi diarahkan
pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dan atau kesenian, sedangkan
profesional lebih diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu.
Bagi mahasiswa perguruan tinggi wajib menyelenggarakan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat. Perguruan tinggi dapat berbentuk :
1.
Politeknik
2.
Universitas
3.
Institute
4.
Sekolah tinggi
5.
Akademi (Suryadi, 2002
: 154-158)
4.
Hubungan
Sekolah Dengan Masyarakat
Sekolah merupakan lembaga pendidikan
yang mempunyai cakupan yang luas baik pendidikan formal maupun nonformal
sedangkan masyarakat merupakan suatu konsep yang mengacu kepada seluruh
individu, kelompok, organisasi kelompok yang berada diluar sekolah sebagai
pendidik. Masyarakat bersifat komplek terdiri dari beragai keanekaragaman dan
tingkatan yang saling melengkapi dan tidak jarang akan menimbulkan
masalah-masalah akibat keanekaragaman tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
perlunya sekolah mengadakan kerja sama dengan masyarakat sebagai sarana untuk
menyelesaikan berbagai masalah yang timbul.
Hubungan sekolah dengan masyarakat
terdiri atas kerjasama dari pihak sekolah dengan orang tua sebagai wali murid
dan masyarakat yang diharapkan menghasilkan jalan keluar untuk menyelesaikan
masalah yang muncul. Selain itu dengan adanya kerja sama antara sekolah dengan
masyarakat dapat membantu untuk mengarahkan kepada masyarakat tentang
pentingnya pendidikan didalam kehidupan, hal ini dapat menumbuhkan kesadaran
bagi masyarakat untuk ikut serta dalam memajukan sesuatu yang mereka miliki
yaitu pendidikan di sekolah yang ada di lingkungannya.
Menurut Noor Syam (dalam Hasbullah, 2008
: 96) mengemukakan bahwa hubungan masyarakat dengan sekolah bersifat korelatif
bahkan seperti cangkang dan telur. Dapat dijelaskan bahwa masyarakat akan
mempunyai kehidupan yang maju karena bantuan dari pada pendidikan sedangkan
suatu pendidikan yang maju akan ditemukan keberadaannya didalam masyarakat yang
maju pula. Jelas kiranya bahwa hubungan antara sekolah dan masyarakat merupakan
hubungan yang sangat penting yang harus terjalin didalam suatu lembaga pendidikan.
Karena kemajuan suatu sekolah bergantung pada bagaimana peran atau kesadaran
masyarakat terhadap pendidikannya sehingga antara sekolah dengan masyarakat
akan mengalami kemajuan yang seimbang dimana sekolah dan masyarakat mempunyai
hubungan saling bergantung antara keduanya.
Hubungan antara sekolah dan masyarakat
dapat dijalin dengan membuat suatu kegiatan yang dapat mendukung kelancaran
dalam proses pendidikan seperti yang dikemukakan oleh M. Ngalim Purwanto (dalam
Minarti, 2011 : 278-280) bahwa hubungan antara sekolah dan masyarakat dapat
digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu :
a.
Hubungan edukatif
Hubungan kerja sama antara sekolah dan
masyarakat dalam mendidik siswa, antara guru di sekolah dan orang tua di dalam
keluarga. Dalam hubungan ini dimaksutkan agar antara guru dan orang tua
mempunyai keserasian dalam mendidik anak sehingga tidak memunculkan hal yang
dapat membuat bingung kepada anak. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan
rapat dengan orang tua murid per kelas atau membuka konsultasi di sekolah bagi
orang tua yang berminat.
b.
Hubungan kultural
Kerja sama antara sekolah dan masyarakat
yang memungkinkan saling membina dan mengembangkan kebudayaan masyarakat tempat
sekolah itu berada. Sekolah memang harus selalu memperhatikan perkembangan masyarakat,
hubungan ini bisa dilakukan dengan cara mengajak peserta didik untuk ikut
membantu kegiatan masyarakat seperti kegiatan gotong royong perbaikan jalan,
memerbaiki fasilitas umum sebaliknya masyarakat juga bisa membantu sekolah
dalam hal persiapan suatu acara kegiatan sekolah seperti persiapan rapat,
perayaan tujuh belasan dan sebagainya. Hal ini dapat menumbuhkan rasa tanggung
jawab antara masyarakat dengan sekolah disisi lain dapat mengajarkan siswa
untuk memahami nilai-nilai kehidupan seperti norma agama, estetika, etika,
sosial dan sebagainya.
c.
Hubungan institusional
Hubungan kerja sama antara sekolah
dengan lembaga-lembaga atau instansi-instansi resmi lain baik swasta maupun
pemerintah. Misalnyadengan pengenalan yang dilakukan sekolah kepada peserta
didik dengan lembaga dinas pertanian, puskesmas, pasar dan sebagainya yang
dapat memberi pemahaman kepada siswa terhadap sesuatu yang asing di lingkungan
kehidupannya.
Dengan adanya dua hubungan yang saling
menguntungkan sudah seharusnya antara sekolah dan masyarakat harus menjalin
hubungan yang baik, dimana dengan terjalinnya hubungan itu akan memberikan
suatu kesuksesan dibidang pendidikan khususnya dan masyarakat pada umumnya
sebagai penerima hasil dari pendidikan di sekolah.
5.
Peranan
Guru Dalam Masyarakat
Peranan guru dalam masyarakat tergantung
pada gambaran masyarakat tentang kedudukan guru dan status sosialnya di
masyarakat. Kedudukan sosial guru berbeda di negara satu dengan negara lain dan
dari satu zaman kezaman lain pula. Di negara-negara maju biasanya guru di
tempatkan pada posisi sosial yang tinggi atas peranan-peranannya yang penting dalam
proses mencerdaskan bangsa. Namun keadaan ini akan jarang kita temui di
negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Sebenarnya peranan itu juga tidak
terlepas dari kualitas pribadi guru yang bersangkutan serta kompetensi mereka
dalam bekerja. Pada masyarakat yang paling menghargai gurupun akan sangat sulit
untuk berperan banyak dan mendapatkan kedudukan sosial yang tinggi jika seorang
guru tidak m emiliki kecakapan dan kompetensi dibidangnya. Ia akan tersisih dari persaingan dengan
guru-g uru lainnya. Apalagi
guru-guru yang tidak bisa memberikan keteladanan bagi para muridnya, sudah
barang tentu ia justru menjadi bahan pembicaraan orang banyak. Jika dihadapan
para muridnya seorang guru harus bisa menjadi teladan, ia pun dituntut hal yang
sama di dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
Penghargaan atas peranan guru di negara
kita bisa dibedakan menjadi dua macam. Pertama, penghargaan sosial, yakni
penghargaan atas jasa guru dalam masyarakat. Dilihat dari sikap-sikap sosial
anggota masyarakat serta penempatan posisi guru dalam stratifikasi sosial
masyarakatyang bersangkutan. Hal semacam ini akan tampak jelas kitaamati pada
mayarakat pedesaan yang mana mereka selalu menunjukkan rasa hormat dan santun
terhadap para guru yang menjadi pengajar bagianak-anak mereka. Mereka
(masyarakat) lebih biasa memberi kata-kata sapaan santun terhadap guru seperti
pak guru, mas guru dan
sebagainya daripada profesi-profesi yang lain.
Kedua, adalah penghargaan ekonomis,
yakni penghargaan atas peran guru dipandang dari seberapa besar gaji yang
diterima oleh guru. Dengan kondisi gaji guru-guru di Indonesia sampai tahun
2000 an ini, tidak mungkin menjadi sejahtera dalam halekonomi
hanya dengan pekerjaan
mangajarnya saja. Hal inilah yang menjadikan kurang maksimalnya peranan guru dalam
menjalankan tugas mengajar apalagi melakukan pengabdian pada masyarakat.
Dalam perspektif perubahan sosial, guru
yang baik tidak saja harus mampu melaksanakan tugas profesionalnya di dalam
kelas, namun harus pula berperan melaksanakan tugas-tugas pembelajaran diluar
kelas atau di dalam masyarakat. Hal tersebut sesuai pula dengan kedudukan
mereka sebagai agent of change yang berperan sebagai inovator, motivator dan
fasilitator terhadap kemajuan serta pembaharuan.
Dalam masyarakat, guru adalah sebagai
pemimpin yang menjadi panutan
atau teladan serta contoh (reference) bagi masyarakat sekitar. Merekaadalah pemegang
norma dan nilai-nilai yang harus dijaga dan dilaksanakan. Ini dapat kita lihat
bahwa betapa ucapan guru dalam masyarakat sangat berpengaruh terhadap orang
lain. Ki Hajar Dewantoro menggambarkan peran guru sebagai stake holder atau
tokoh panutan dengan ungkapan-ungkapan Ing
Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Han dayani.
Di sini tampak jelas bahwa guru memang
sebagai “pemeran aktif”, dalam keseluruhan aktivitas masyarakat sercara
holistik. Tentunya para guru harus bisa memposisikan dirinya sebagai agen yang benar-benar
membangun, sebagai pelaku propaganda yang bijak dan menuju ke arah yang positif
bagi perkembangan masyarakat.
B.
PEMBANGUNAN
a.
Pengertian
Pembangunan
Pengertian
pembangunan secara umum pada hakekatnya adalah proses perubahan yang terus
menerus untuk menuju keadaan yang lebih baik berdasarkan norma-norma tertentu.
Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang
bermacam-macam seperti halnya perencanaan. Istilah pembangunan bisa saja
diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan
daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara umum ada suatu
kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan
(Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).Untuk lebih jelasnya berikut
ini disajikan pengertian pembangunan menurut beberapa ahli .
Siagian (1994) memberikan pengertian
tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan
perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara
dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation
building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikanpengertian yang
lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik
melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
Pembangunan (development) adalah proses
perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi,
infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya
(Alexander 1994). Portes (1976) mendefinisiskan pembangunan sebagai
transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Sama halnya dengan Portes, menurut
Deddy T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai
transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan
strategi menuju arah yang diinginkan.
Sedangkan dalam pengertian ekonomi
murni, pembangunan adalah suatu usaha proses yang menyebabkan pendapatan
perkapita masyarakat meningkat dalam jangka panjang. (Sukirno, 1995 : 13).
Dengan demikian, proses pembangunan
terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik,
yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro. Makna penting dari
pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan
diversifikasi.
Sebagaimana dikemukakan oleh para para
ahli di atas, pembangunan adalah semua proses perubahan yang dilakukan melalui
upaya-upaya secara sadar dan terencana (Riyadi dan Deddy Supriyadi
Bratakusumah, 2005).
b.
Pendekatan
dalam Pembangunan Masyarakat
Pembangunan yang langsung tertuju kepada
masyarakat telah dimulai pada tahun 1950-an dan 1960-an, dimana di seluruh
dunia muncul dua macam pendekatan dalam pembangunan perdesaan , yaitu
pendidikan penyuluhan (extention education) dan pembangunan masyarakat
(community development). Di tahun 1966 Joseph Di Franco membangdingkan kedua
macam pendekatan tersebut secara menyekuruh berdasarkan tujuan, proses, bentuk
(organisasi) dan prinsip – prinsipnya. Kesimpulannya adalah terdapat lebih
banyak persamaannya dibandingkan perbedaannya. Hal tersebut disebabkan karena
kedua pendekatan menginginkan perubahan perilaku dalam perilaku individu,
pengembangan masyarakat secara langsung berkewajiban memajukan pelayanan
pemerintah lokal (daerah) juga berkewajiban memajukan organisasi sosial atau
kelompok masyarakat.
Pada dekade tujuh puluhan timbul
perubahan pendekatan terhadap pembangunan. Bryant dan White (1987 : 132),
mendefiniskan pembangunan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan manusia
dalam mempengaruhi masa depannya. Ada lima implikasi dari definisi tersebut,
yaitu :
1.
Pembangunan berarti
membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik individu maupun kelompok.
2.
Pembangunan berarti
mendorong timbulnya kebersamaan, kemerataan dan kesejahteraan.
3.
Pembangunan berarti
mendorong dan menaruh kepercayaan untuk membimbing dirinya sendiri sesuai
dengan kemampuan yang ada padanya kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk
kesempatan yang sama, kebebasan memilih dan kekuasaan memutuskan.
4.
Pembangunan berarti
mengurangi ketergantungan Negara yang satu dengan Negara lain dan menciptakan
hubungan saling menguntungkan dan dihormati.
c.
Perencanaan
Pembangunan Pespektif dan Tahunan
Menurut Undang Undang No. 25 Tahun 2004
Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Pasal 1 ayat 3, Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional adalah kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan
rencana-rencana pembangunan
dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur
penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Perencanaan
Pembangunan dapat dilihat pembedanya dari segi jangka waktu rencana, yaitu :
(Tjokroamidjojo, 1990).
1.
Rencana Jangka Panjang.
Perencanaan ini meliputi jangka waktu 10 tahun keatas.
2.
Rencana Jangka
Menengah. Perencanaan ini meliputi jangka waktu antara 3 sampai dengan 8 tahun.
3.
Rencana Jangka Pendek.
Perencanaan dengan jangka waktu setengah sampai dengan 2 tahun.
Istilah perencanaan perspektif atau
perencanaan jangka panjang biasanya mempunyai rentang waktu antara 10 sampai 25
tahun. Pada hakikatnya, rencana perspektif adalah cetak biru pembangunan yang
harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang panjang. Namun pada kenyataanya,
tujuan dan sasaran luas tersebut harus dicapai dalam jangka waktu tertentu
dengan membagi rencana perspektif itu kedalam beberapa rencana jangka pendek
atau tahunan. (Arsyad, 1999 :50). Pemecahan rencana perspektif menjadi rencana
tahunan dimaksudkan agar perencanaan yang dibuat lebih mudah untuk dievaluasi
dan dapat diukur kinerjanya.
Tujuan pokok rencana perspektif dan
tahunan ini adalah untuk meletakan landasan bagi rencana jangka pendek,
sehingga masalah – masalah yang harus diselesaikan dalam jangka waktu yang
sangat panjang dapat dipertimbangkan dalam jangka pendek.
d.
Indikator
Pembangunan
Dalam bukunya yang berjudul Teori
Pembangunan Dunia Ketiga Arief budiman (1995) menguraikan ada lima pendekatan
yang digunakan untuk mengukur pembangunan. Berikut akan diuraikan ukuran
keberhasilan pembangunan yang telah dihimpun oleh Arief budiman tersebut.
Setalah uraian ini penulis akan menawarkan cara yang perlu dilakukan untuk
mengukur keberhasilan pembangunan menurut pendapat penulis.
1.
Kekayaan rata-rata.
Menurut pendekatan ini sebuah masyarakat
dikatakan berhasil membangun bila pertumbuhan ekonomi didalam masyarakat
tersebut cukup tinggi. Cara mengukurnya adalah diukur dari Gross National
Product (GNP) dan Gross Domestic Product (GDP) yang dibagi dengan Jumlah
penduduk. Dengan demikian dapat diukur produksi rata-rata setiap orang dari
sebuah negara.
2.
Pemerataan ketiga.
Pendekatan ini mengkritik pendekatan pertama
yang hanya mengukur kemakmuran sebuah negara hanya dari produksi rata-rata
orang disetiap negara. Menurut pendekatan ini bisa jadi kekayaan rata-rata
tersebut hanya dinikmati oleh sebagain kecil orang, dan sebagian besar orang
yang lain yang tidak mendapat akses terhadap pertumbuhan ekonomi tetap hidup
dalam kemiskinan. Cara lain adalah dengan menggunakan indeks gini. Indeks ini
diukur dengan angka antara 0-1. Bila indeks gini sama dengan satu maka terjadi
ketimpangan maksimal,tapi bila 0 maka ketimpangan tidak ada.Jadi semakin kecil
indek gini maka semakin kecil pula ketimpangan yang terjadi dalam sebuah
negara.
3.
Kualitas Hidup
Pendekatan ini tidak hanya mengukur
pembangunan dari sudut pandang ekonomi,melainkan menekanakn pada kesejahteraan
penduduk. Salah satu tolak ukur yang digunakan adalah pendapat moris yang
mengenalkan PQLI (Physical QualityIndeks), yang mengukur tiga indikator yaitu :
a.
rata-rata harapan hidup
b.
Rata-rata jumlah
kemtian bayi
c.
Rata-rata presentasi
bauta huruf.
Ketika indeks ini di dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi ternyata di masyarakat negara berkembang terdapat
ketidaksesuaian antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan penduduk.
4.
Kerusakan Lingkungan
Hidup
Pendekatan ini menekankan pada
pentingnya aspek lingkungan hidup sebagai indikator dalam pembangunan.
Pendekatan ini berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi dan pemerataan yang
didapat saat ini, bisa tidak berarti apa-apa bila harus mengorbankan lingkungan
hidup. Bagi pendekatan ini kerusakan lingkungan hidup agar berdampak buruk
terhadap masyrakat tersebut dimasa depan.
Sebab bila kemampuan lingkungan menurun
untuk memenuhi kebutuhan manusia menurun,maka hal tersebut akan memiskinkan
masyarakat tersebut di masa depan. Oleh karena itu, pendekatan ini memasukan
kemampuan untuk melakukan pelestarian terhadap lingkungan hidup sebagai faktor
penting yang menentukan keberhasilan pembangunan.
5.
Keadilan sosial dan
kesinambungan
Pendekatan ini menggabungkan dua
pendekatan yang sebelumnya sudah melakukan krtitik terhadap pertumbuhan ekonomi
sebagai orientasi utama, yaitu pendekatan pemerataan dan lingkungan hidup.
Dalam pendekatan ini keberhasilan pembangunan dapat diukur dari sejauh mana
pemerataan dapat terwujud, sekaligus lingkunagn hidup tetap lestari.
Bila pembangunan diperuntukan bagi
masyarakat, maka rakyat harus dianggap mampu merumuskan kebutuhanya
sendiri.Langkah yang perlu dilakukan untuk memahami kebutuhan masyarakat adalah
dengan melibatkan masyarakat dalam menentukan kebutuhan sendiri dan menilai
sendiri apakah kebutuhanya sudah terpenuhi atau tidak dalam proses pembangunan.
Dengan menggunakan mekanisme yang partisipatif seperti ini akan didapatkan
ukuran-ukuran dan kriteria-kriteria keberhasilan pembangunan yang berbasis pada
kebutuhan masyarakat secara nyata dan tentunya hasilnyaa tidak seragam,
melainkan sangat beragam tergantung pada kondisi fisik, sosial dan budaya yang
ada didalam masyarakat tersebut.
C.
DAMPAK PERKEMBANGAN PENDIDIKAN TERHADAP PEMBANGUNAN
Pendidikan merupakan suatu proses pemberdayaan untuk mengungkapkan
potensi yang ada pada manusia sebagai individu, yang selanjutnya dapat
memberikan sumbangan kepada masayarakat lokal, kepada masayarakat bangsanya,
dan kemudian kepada masayarakat global. Dengan demikian, fungsi pendidikan
bukan hanya menggali potensi-potensi yang ada di dalam diri manusia, tetapi
juga bagaimana manusia ini dapat mengontrol potensi yang telah dikembangkannya
itu agar dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup manusia itu sendiri.
“Pengembangan sumber daya manusia untuk pembangunan menempatkan
manusia sebagai pusat perhatian dalam proses pembangunan sebagai produsen dan
konsumen” (Raharto, 1999). Artinya, dari sisi konsumen manusia
ditempatkan sebagai pemanfaat akhir dari hasil pembangunan, dan dari sisi
produsen sebagai faktor input yang penting dalam proses
produksi.
Proses pendidikan menjadi bagian yang tidak terpisahkan atau
bagian integral dari pengembangan SDM sebagai subjek sekaligus objek pembangunan.
Dengan demikian, pendidikan harus mampu melahirkan SDM yang berkualitas dan
bukan menjadi beban pembangunan dan masyarakat, yaitu SDM yang menjadi sumber
kekuatan atau sumber penggerak (driving forces) bagi seluruh proses
pembangunan dan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan mesti
berhubungan secara timbal balik dengan pembangunan di berbagai bidang kehidupan
(politik, ekonomi, sosial, budaya). Sehingga, pendidikan akan dapat dimaknai
sebagai suatu bentuk investasi SDM untuk menciptakan iklim yang memungkinkan
semua penduduk atau warga negara turut andil dalam pembangunan dan
mengembangkan diri mereka agar menjadi warga negara yang produktif.
Tujuan pembangunan nasional adalah terwujudnya masyarakat
Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan dan berdaya saing maju dan
sejahtera dalam wadah negara kesatuan republik indonesia yang didukung oleh
manusia yang sehat, mandiri dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
Dari tujuan tersebut tercermin bahwa sebagai titik sentral
pembangunan adalah pemberdayaan sumber daya manusia, baik sebagai sasaran
pembangunan maupun sebagai pelaku pembangunan. Dengan demikian, pembangunan
pendidikan merupakan salah satu aspek pendukung keberhasilan pembangunan
nasional.
Berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia
Indonesia, maka peranan pendidikan dalam pembangunan dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Dalam meningkatkan manusia sebagai makhluk individu yang
berpotensi lahir dan batin, dilaksanakan dengan pemberian pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap. Pembentukan nilai adalah nilai-nilai budaya
bangsa dan juga nilai-nilai keagamaan sesuai dengan agama masing-masing dalam
rangka meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Proses
transformasi tersebut berlangsung dalam jalur pendidikan baik itu formal,
maupun non-formal.
Dalam menghadapi perubahan masyarakat yang terus menerus dan
berjalan secara cepat manusia dituntut untuk selalu belajar dan adaptasi dengan
perkembangan masyarakat sesuai dengan zamannya. Dengan perkataan lain manusia
akan menjadi ”pelajar seumur hidup”. Untuk itu lembaga pendidikan berperan
untuk mepersiapkan peserta didiknya menjadi pelajar seumur hidup yang mampu
belajar secara mandiri dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar baik yang
ada di sekolah maupun di luar sekolah.
Menurut Moedjiono dalam buku Dasar-dasar Kependidikan (1986),
mengemukakan bahwa aktivitas belajar dalam rangka menghadapi
perubahan-perubahan yang cepat di dalam masyarakat menghendaki: kemampuan untuk
mendapatkan informasi, keterampilan kognitif yang tinggi,kemampuan menggunakan
strategi dalam memecahkan masalah, kemampuan menentukan tujuan yang ingin
dicapai, mengevaluasi hasil belajar sendiri, adanya motivasi untuk belajar, dan
adanya pemahaman diri sendiri.
Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi utama dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Artinya, setiap pengeluaran yang
dipergunakan untuk pendidikan dianggap sebagai pengeluaran yang hasilnya bukan
untuk dinikmati sekarang tetapi pada masa yang akan datang. Sebagai investasi,
pembangunan pendidikan sudah selayaknya mendapatkan porsi anggaran yang
signifikan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM penduduk Indonesia sesuai
dengan potensi alam sekitar agar dapat menghasilkan produk dan jasa layanan
yang sangat kompetitif pasar global.
Dengan demikian, jumlah penduduk yang besar dan tersebar ini dapat
dipetakan dan kemudian dikembangkan melalui strategi dan kebijakan pendidikan
yang memperhatikan aspek-aspek penting di luar pendidikan, baik ekonomi,
politik, sosial, dan budaya bangsa Indonesia sehingga peringkat HDI Indonesia
dapat terus meningkat ke arah yang lebih baik.
Kita tidak bisa memungkirinya bahwa sumbangan pendidikan pada
pembangunan sangatlah besar, meskipun hasilnya tidak bisa kita lihat dengan
segera. Tapi ada jarak penantian yang cukup lama antara proses dimulainya usaha
dengan hasil yang ingin dicapai.
Referansi :
Cassirer, Ernst. 1944. An Essay on
Man. Terjemahan Manusia. New Faven
Departemen Pendidikan Nasional (2004).
Kurikulum 2004. Standard Kompetensi Taman Kanak-kanak dan Raudatul Athfal.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan TK dan SD.
Hasbullah. 2008. Dasar – Dasar Ilmu Pendidikan.
Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Korten, David C. 1983. People Centered Development : Reflection on
Development Theory and Method, (stensilan lepas). Yogyakarta: P3PK UGM.
Moedjiono.
1986. Dasar-dasar
Kependidikan. Jakarta: Balai
Pustaka.
Muhadjir, Noeng. 1983. Kepemimpinan Adopsi Inovasi untuk
Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Rake Press.
Raharto,Aswantini.
1999. Pendidikan, Sumber Daya
Manusia, dan Pembangunan Berkelanjutan, (online), (http://www. puslitbang.
go.id. /pdf.doc.html, diakses 26 Mei 2010).
Soedjatmoko. 1985. Dimensi manusia Dalam Pembanguan. Jakarta:
LP3ES.
Soedomo M. 1989. Andragogy :
Relevansi Teoritik atau Terapan? , Dalam Forum
Penelitian, No. 1, Januari 1989. Malang: Pusat Penelitian IKIP Malang.
Surjadi, A. 1982. Sekolah dan Pembangunan. Bandung: Alumni
Suryadi, Ace. 2002. Pendidikan,
Investasi SDM dan Pembangunan. Jakarta : Balai Pustaka.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Van Baal, J. 1987. Sejarah dan
Pertumbuhannya: Teori Antopologi Budaya. Jakarta: Gramedia. Jilid 1.
0 komentar:
Posting Komentar