Kamis, 20 Oktober 2016

Filsafat Pembangunan dan Pendidikan



PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN

            A.     PENDIDIKAN
1.      Hakekat Pendidikan
Secara formal pendidikan itu dilaksanakan sejak usia dini sampai perguruan tinggi. Adapun secara hakiki pendidikan dilakukan seumur hidup sejak lahir hingga dewasa. Waktu kecil pun dalam UU 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pendidikan anak usia dini yang nota bene anak-anak kecil sudah didasari dengan pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai moral yang baik agar dapat membentuk kepribadian dan potensi diri sesuai dengan perkembangan anak. Dalam PP 27 tahun 1990 bab 1 pasal 1 ayat 2, disebutkan bahwa sekolah untuk peserta didik yang masih kecil adalah salah satu bentuk pendidikan pra sekolah yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan dasar (Harianti, 1996: 12). Di samping itu terdapat 6 fungsi pendidikan (Depdiknas 2004: 4), yaitu:
-          Mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin kepada anak.
-          Mengenalkan anak pada dunia sekitarnya.
-          Menumbuhkan sikap dan perilaku yang baik.
-          Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi.
-          Mengembang ketrampilan, kreativitas, dan kemampuan yang dimiliki anak.
-          Menyiapkan anak untuk memasuki pendidikan dasar.
 Dari beberapa uraian di atas inilah, maka pendidikan yang menanamkan nilai-nilai positif akan tepat dimulai ketika anak usia dini. Dengan demikian pendidikan bagi peserta didik yang masih kecil merupakan landasan yang tepat sebelum masuk pada pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan awal yang sesuai dengan tujuan untuk mengembangkan sosialisasi anak, menumbuhkan kemampuan sesuai dengan perkembangannya, mengenalkan lingkungan kepada anak, serta menanamkan disiplin, karena secara tidak langsung dapat menanamkan atau mentransfer nilai-nilai moral dan nilai sosial kepada anak. Jadi dari uraian konsep pendidikan seperti tersebut dalam pendahuluan, dapat dipahami makna dan kepentingan pendidikan secara hakiki bagi manusia. Pendidikan bagi manusia dapat diuraikan sebagai berikut.
a.       Manusia sebagai makhluk Tuhan.
Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna. Manusia lahir dalam keadaan lemah, tidak berdaya apa-apa. Oleh karena ketidak berdayaan ini, manusia membutuhkan bantuan, mulai dari kebutuhan fisik/biologis seperti makan, minum, berjalan, berbicara, dan lain sebagainya sampai pada kebutuhan rohaniah seperti kesenangan, kepuasan, dan lain sebagainya. Dari ketidak berdayaan ini inilah lalu manusia berusaha dengan menggunakan akal dan pikirannya. Manusia menggunakan lingkungan sebagai ajang belajar. Akhirnya dengan pendidikan manusia mempelajari lingkungannya.
Dengan pendidikan manusia menjadi “berdaya” atau “mampu”. Manusia menggunakan akalnya seperti yang dikatakan oleh Cassirer bahwa manusia itu mengguanakan akalnya. Manusia adalah makhluk yang berakal. Bahkan karena akalnya itu, Ernst Cassirer seorang filsuf dalam bukunya An Essay on Man (1944) menekankan bahwa manusia adalah animal symbolicum yang artinya manusia adalah binatang bersimbol. Untuk membedakan manusia dengan binatang, terletak pada kemampuan akal manusia yaitu dengan menciptakan simbol-simbol dan tanda-tanda bagi komunitasnya.
Van Baal (1987:17) juga mengatakan bahwa sesuatu yang menjadi milik manusia itu diperoleh dengan dua cara: Pertama, secara umum untuk menunjukkan segala sesuatunya dengan belajar. Kedua, sebagai suatu istilah yang mencakup kesemuanya untuk menunjukkan bentuk kehidupan secara total dari para anggota suatu kelompok tertentu.Hal demikian juga seperti dikatakan oleh Kuntjaraningrat bahwa manusia itu memperoleh segala sesuatunya dengan belajar. Ia mengatakan bahwa segala sesuatu yang menjadi milik manusia itu diperoleh dengan belajar.

b.      Manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Sebagai makhluk sosial dan juga sebagai makhluk individu, manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Manusia akan membagi kelebihannya dengan manusia lain, sedangkan sebagai makhluk individual manusia butuh mencukupi kekurangan pada dirinya. Sebagai makhluk sosial pula, manusia berhubungan dengan banyak orang. Ia akan belajar dari manusia dan juga alam di sekelilingnya. Kemudian yang berada di sekelilingnya itu akan diserap ke dalam otaknya dan akan menjadi miliknya. Dengan demikian manusia akan belajar dari lingkungannya. Masing-masing manusia yang ditemuinya ada yang memiliki kelebihan dan ada yang memiliki kekurangan.

c.       Manusia secara kodrati memiliki potensi yang dibawa sejak lahir.
Sebagai manusia ia juga memiliki kemampuan yang dibawa sejak lahir. Kemampuan atau potensi ini menurut ilmu jiwa disebut bakat (talent). Bakat sejak lahir itu perlu pemupukan dari lingkungannya terutama keluarga. Oleh karena sebagai manusia memiliki kekurangan maka untuk mengembangkan bakat ini dibutuhkan juga pendidikan.
Potensi yang dimaksud adalah kemampuan seperti diungkapkan dalam Undang-undang 20 tahun 2003 tentang pendidikan. Dalam pasal 1 ayat 4 dijelaskan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu (UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Peserta didik itu juga manusia, maka dapat dikatakan bahwa manusia itu dalam mengembangkan potensinya juga membutuhkan pendidikan. Apalagi jika potensi itu dari lahir yang disebut bakat (talent).

d.      Manusia merupakan suatu proses.
Manusia itu sejak lahir sampai dewasa mengalami suatu “proses”. Proses yang panjang ini dilalui dengan pendidikan, yaitu dengan memperoleh “nilai” yang diperoleh dari masyarakatnya. Masyarakat keluarga, masyarakat sekolah, masyarakat tempatnya bekerja, dan masyarakat tempat manusia itu bergaul. Secara holistik, nilai ini diraih dalam rangka “memanusiakan” dirinya.
Pernyataan bahwa pendidikan itu dialami manusia sejak lahir hingga dewasa, hal tersebut mengisyaratkan bahwa pendidikan itu dimulai sejak kecil hingga dewasa. Maka jika dari kecil sudah diberi pendidikan seperti tersebut di atas, dan selama hidup, lingkungannya juga membentuk manusia lahir dan batinnya, maka ketika dewasa pun akan membentuk karakter. Oleh karena itu dapat disebutkan bahwa manusia adalah suatu proses.
e.       Manusia sebagai makhluk individu.
Manusia hidup sebagai dirinya sendiri. Dalam mengarungi hidupnya bagaikan “orang buta yang berjalan di tengah hutan pada malam hari musim hujan”. Ia tidak tahu dirinya, bahkan tidak kenal dengan dirinya sendiri. Oleh karena itu, manusia melakukan upaya menemukan jati dirinya. Upaya-upaya ini dilakukan dengan belajar dari lingkungannya yaitu dengan pendidikan yang dilakukannya dalam jangka waktu yang tidak ada batasnya, yaitu sepanjang hayat di kandung badan, sepanjang hidupnya.
Jati diri manusia adalah “kematangan” atau “kedewasaan”. Yang dimaksud adalah matang secara ragawi, matang secara rohani, matang intelektual. Di samping itu juga matang dalam berhubungan baik secara horizontal (hubungan antar manusia dengan manusia dan alam lingkungan) maupun hubungan vertikal (hubungan manusia dengan Tuhannya). Penemuan “jati diri” yang benar inilah yang akan menobatkan manusianya sebagai manusia.

2.      Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan itu juga ditanamkan sejak manusia masih dalam kandungan, lahir, hingga dewasa yang sesuai dengan perkembangan dirinya. Ketika masih kecil pun pendidikan sudah dituangkan dalam UU 20 Sisdiknas 2003, yaitu disebutkan bahwa pada pendidikan anak usia dini bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik (Depdiknas 2003: 11).
Dengan demikian tujuan pendidikan juga mengalami perubahan menyesuaikan dengan perkembangan manusia. Oleh karena pendidikan dialami sejak manusia lahir hingga dewasa, maka tujuan pendidikan juga merupakan suatu proses. Proses “memanusiakan dirinya sebagai manusia” merupakan makna yang hakiki di dalam pendidikan. Keberhasilan pendidikan merupakan “cita-cita pendidikan hidup di dunia” (Dalam agama ditegaskan juga bahwa cita-cita “hidup” manusia adalah di akherat). Akan tetapi tidak selamanya manusia menuai hasil dari proses yang diupayakan tersebut. Oleh karena itu, kadang proses itu berhasil atau kadang pun tidak. Jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa “keberhasilan” dari proses pendidikan secara makro tersebut merupakan tujuan. Keberhasilan itu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal ini mengingat bahwa pendidikan itu ada tiga pilar yaitu:
a.       pendidikan keluarga
b.      pendidikan sekolah,
c.       dan pendidikan masyarakat.
Tujuan pendidikan disebut juga dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 dalam pasal 3 adalah sebagai berikut “pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab". Dalam tujuan pendidikan seperti tersebut tadi, terdapat beberapa kata kunci antara lain iman dan takwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan demokratis.
Konsekuensinya adalah kriteria atau bisa juga disebut sebagai evaluasi pendidikan yang diterapkan harus mampu melihat sejauh mana ketercapaian setiap hal yang disebutkan dalam tujuan tersebut. Evaluasi harus mampu mengukur tingkat pencapaian setiap komponen yang tertuang dalam tujuan pendidikan yaitu tertuang dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003. Dari penjelasan tersebut tampak sinkron antara konsep pendidikan yang dituangkan oleh pemerintah dengan konsep pendidikan masyarakat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakekat pendidikan dan tujuan pendidikan adalah bahwa pendidikan seumur hidup sejak manusia lahir sampai dewasa, baik itu pendidikan formal dari kecil hingga perguruan tinggi, maupun pendidik di lingkungan masyarakat atau di tempat dia tinggal. Tujuan pendidikan itu juga untuk menciptakan manusia yang matang dan wibawa secara lahir dan batin, menyangkut keimanan, ketakwaan, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab.

3.      Jenis Dan Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah tingkatan pendidikan persekolahan yang berkesinambungan antara satu jenjang dengan jenjang lainnya. Jenjang pendidikan terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi sebagai berikut :
a.       Pendidikan dasar
Pendidikan dasar merupakan yang melandasi pendidikan menengah, setiap warga negara yang berusia tujuh tahun sampai lima belas tahun wajib mendapatkan pendidikan dengan 6 tahun pertama di tingkat sekolah dasar dan 3 tahun kemudian di sekolah lanjutan tingkat pertama. Pendidikan dasar menekankan pada kemampuan dasar peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan umat manusia serta persiapan peserta didik mengikuti pendidikan menengah. Jenjang pendidikan dasar ini meliputi :
1.      Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyyah (MI)
2.      Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs)

b.      Pendidikan menengah
Dalam pendidikan menengah bertujuan agar peserta didik memiliki karakter, kecakapan, ketrampilan, pengetahuan yang kuat untuk mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta mengembangkan kemampuan secara lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan lebih lanjut. Pendidikan menengah merupakan kelanjutan dari sekolah dasar yang terdiri dari sekolah menengah umum dan kejuruan yaitu :
1.      Sekolah menengah atas (SMA)
2.      Madrasah aliyah (MA)
3.      Sekolah menengah kejuruan (SMK)
4.      Madrasah aliyah Kejuruan (MAK)

c.       Jalur pendidikan tinggi
Selanjutnya pendidikan tinggi ini merupakan kelanjutan dari tingkat menengah, didalam pendidikan tinggi diarahkan pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dan atau kesenian, sedangkan profesional lebih diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu. Bagi mahasiswa perguruan tinggi wajib menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Perguruan tinggi dapat berbentuk :
1.      Politeknik
2.      Universitas
3.      Institute
4.      Sekolah tinggi
5.      Akademi (Suryadi, 2002 : 154-158)

4.      Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai cakupan yang luas baik pendidikan formal maupun nonformal sedangkan masyarakat merupakan suatu konsep yang mengacu kepada seluruh individu, kelompok, organisasi kelompok yang berada diluar sekolah sebagai pendidik. Masyarakat bersifat komplek terdiri dari beragai keanekaragaman dan tingkatan yang saling melengkapi dan tidak jarang akan menimbulkan masalah-masalah akibat keanekaragaman tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa perlunya sekolah mengadakan kerja sama dengan masyarakat sebagai sarana untuk menyelesaikan berbagai masalah yang timbul.
Hubungan sekolah dengan masyarakat terdiri atas kerjasama dari pihak sekolah dengan orang tua sebagai wali murid dan masyarakat yang diharapkan menghasilkan jalan keluar untuk menyelesaikan masalah yang muncul. Selain itu dengan adanya kerja sama antara sekolah dengan masyarakat dapat membantu untuk mengarahkan kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan didalam kehidupan, hal ini dapat menumbuhkan kesadaran bagi masyarakat untuk ikut serta dalam memajukan sesuatu yang mereka miliki yaitu pendidikan di sekolah yang ada di lingkungannya.
Menurut Noor Syam (dalam Hasbullah, 2008 : 96) mengemukakan bahwa hubungan masyarakat dengan sekolah bersifat korelatif bahkan seperti cangkang dan telur. Dapat dijelaskan bahwa masyarakat akan mempunyai kehidupan yang maju karena bantuan dari pada pendidikan sedangkan suatu pendidikan yang maju akan ditemukan keberadaannya didalam masyarakat yang maju pula. Jelas kiranya bahwa hubungan antara sekolah dan masyarakat merupakan hubungan yang sangat penting yang harus terjalin didalam suatu lembaga pendidikan. Karena kemajuan suatu sekolah bergantung pada bagaimana peran atau kesadaran masyarakat terhadap pendidikannya sehingga antara sekolah dengan masyarakat akan mengalami kemajuan yang seimbang dimana sekolah dan masyarakat mempunyai hubungan saling bergantung antara keduanya.
Hubungan antara sekolah dan masyarakat dapat dijalin dengan membuat suatu kegiatan yang dapat mendukung kelancaran dalam proses pendidikan seperti yang dikemukakan oleh M. Ngalim Purwanto (dalam Minarti, 2011 : 278-280) bahwa hubungan antara sekolah dan masyarakat dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu :
a.       Hubungan edukatif
Hubungan kerja sama antara sekolah dan masyarakat dalam mendidik siswa, antara guru di sekolah dan orang tua di dalam keluarga. Dalam hubungan ini dimaksutkan agar antara guru dan orang tua mempunyai keserasian dalam mendidik anak sehingga tidak memunculkan hal yang dapat membuat bingung kepada anak. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan rapat dengan orang tua murid per kelas atau membuka konsultasi di sekolah bagi orang tua yang berminat.
b.      Hubungan kultural
Kerja sama antara sekolah dan masyarakat yang memungkinkan saling membina dan mengembangkan kebudayaan masyarakat tempat sekolah itu berada. Sekolah memang harus selalu memperhatikan perkembangan masyarakat, hubungan ini bisa dilakukan dengan cara mengajak peserta didik untuk ikut membantu kegiatan masyarakat seperti kegiatan gotong royong perbaikan jalan, memerbaiki fasilitas umum sebaliknya masyarakat juga bisa membantu sekolah dalam hal persiapan suatu acara kegiatan sekolah seperti persiapan rapat, perayaan tujuh belasan dan sebagainya. Hal ini dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab antara masyarakat dengan sekolah disisi lain dapat mengajarkan siswa untuk memahami nilai-nilai kehidupan seperti norma agama, estetika, etika, sosial dan sebagainya.
c.       Hubungan institusional
Hubungan kerja sama antara sekolah dengan lembaga-lembaga atau instansi-instansi resmi lain baik swasta maupun pemerintah. Misalnyadengan pengenalan yang dilakukan sekolah kepada peserta didik dengan lembaga dinas pertanian, puskesmas, pasar dan sebagainya yang dapat memberi pemahaman kepada siswa terhadap sesuatu yang asing di lingkungan kehidupannya.
Dengan adanya dua hubungan yang saling menguntungkan sudah seharusnya antara sekolah dan masyarakat harus menjalin hubungan yang baik, dimana dengan terjalinnya hubungan itu akan memberikan suatu kesuksesan dibidang pendidikan khususnya dan masyarakat pada umumnya sebagai penerima hasil dari pendidikan di sekolah.

5.      Peranan Guru Dalam Masyarakat
Peranan guru dalam masyarakat tergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan guru dan status sosialnya di masyarakat. Kedudukan sosial guru berbeda di negara satu dengan negara lain dan dari satu zaman kezaman lain pula. Di negara-negara maju biasanya guru di tempatkan pada posisi sosial yang tinggi atas peranan-peranannya yang penting dalam proses mencerdaskan bangsa. Namun keadaan ini akan jarang kita temui di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Sebenarnya peranan itu juga tidak terlepas dari kualitas pribadi guru yang bersangkutan serta kompetensi mereka dalam bekerja. Pada masyarakat yang paling menghargai gurupun akan sangat sulit untuk berperan banyak dan mendapatkan kedudukan sosial yang tinggi jika seorang guru tidak m emiliki kecakapan dan kompetensi dibidangnya. Ia akan tersisih dari persaingan dengan guru-g uru lainnya. Apalagi guru-guru yang tidak bisa memberikan keteladanan bagi para muridnya, sudah barang tentu ia justru menjadi bahan pembicaraan orang banyak. Jika dihadapan para muridnya seorang guru harus bisa menjadi teladan, ia pun dituntut hal yang sama di dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
Penghargaan atas peranan guru di negara kita bisa dibedakan menjadi dua macam. Pertama, penghargaan sosial, yakni penghargaan atas jasa guru dalam masyarakat. Dilihat dari sikap-sikap sosial anggota masyarakat serta penempatan posisi guru dalam stratifikasi sosial masyarakatyang bersangkutan. Hal semacam ini akan tampak jelas kitaamati pada mayarakat pedesaan yang mana mereka selalu menunjukkan rasa hormat dan santun terhadap para guru yang menjadi pengajar bagianak-anak mereka. Mereka (masyarakat) lebih biasa memberi kata-kata sapaan santun terhadap guru seperti pak guru, mas guru dan sebagainya daripada profesi-profesi yang lain.
Kedua, adalah penghargaan ekonomis, yakni penghargaan atas peran guru dipandang dari seberapa besar gaji yang diterima oleh guru. Dengan kondisi gaji guru-guru di Indonesia sampai tahun 2000 an ini, tidak mungkin menjadi sejahtera dalam halekonomi hanya dengan pekerjaan mangajarnya saja. Hal inilah yang menjadikan kurang maksimalnya peranan guru dalam menjalankan tugas mengajar apalagi melakukan pengabdian pada masyarakat.
Dalam perspektif perubahan sosial, guru yang baik tidak saja harus mampu melaksanakan tugas profesionalnya di dalam kelas, namun harus pula berperan melaksanakan tugas-tugas pembelajaran diluar kelas atau di dalam masyarakat. Hal tersebut sesuai pula dengan kedudukan mereka sebagai agent of change yang berperan sebagai inovator, motivator dan fasilitator terhadap kemajuan serta pembaharuan.
Dalam masyarakat, guru adalah sebagai pemimpin yang menjadi panutan atau teladan serta contoh (reference) bagi masyarakat sekitar. Merekaadalah pemegang norma dan nilai-nilai yang harus dijaga dan dilaksanakan. Ini dapat kita lihat bahwa betapa ucapan guru dalam masyarakat sangat berpengaruh terhadap orang lain. Ki Hajar Dewantoro menggambarkan peran guru sebagai stake holder atau tokoh panutan dengan ungkapan-ungkapan Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Han dayani.
Di sini tampak jelas bahwa guru memang sebagai “pemeran aktif”, dalam keseluruhan aktivitas masyarakat sercara holistik. Tentunya para guru harus bisa memposisikan dirinya sebagai agen yang benar-benar membangun, sebagai pelaku propaganda yang bijak dan menuju ke arah yang positif bagi perkembangan masyarakat.

            B.     PEMBANGUNAN
a.      Pengertian Pembangunan
 Pengertian pembangunan secara umum pada hakekatnya adalah proses perubahan yang terus menerus untuk menuju keadaan yang lebih baik berdasarkan norma-norma tertentu. Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya perencanaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan pengertian pembangunan menurut beberapa ahli .
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikanpengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976) mendefinisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Sama halnya dengan Portes, menurut Deddy T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan.
Sedangkan dalam pengertian ekonomi murni, pembangunan adalah suatu usaha proses yang menyebabkan pendapatan perkapita masyarakat meningkat dalam jangka panjang. (Sukirno, 1995 : 13).
Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro. Makna penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan diversifikasi.
Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di atas, pembangunan adalah semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).

b.      Pendekatan dalam Pembangunan Masyarakat
Pembangunan yang langsung tertuju kepada masyarakat telah dimulai pada tahun 1950-an dan 1960-an, dimana di seluruh dunia muncul dua macam pendekatan dalam pembangunan perdesaan , yaitu pendidikan penyuluhan (extention education) dan pembangunan masyarakat (community development). Di tahun 1966 Joseph Di Franco membangdingkan kedua macam pendekatan tersebut secara menyekuruh berdasarkan tujuan, proses, bentuk (organisasi) dan prinsip – prinsipnya. Kesimpulannya adalah terdapat lebih banyak persamaannya dibandingkan perbedaannya. Hal tersebut disebabkan karena kedua pendekatan menginginkan perubahan perilaku dalam perilaku individu, pengembangan masyarakat secara langsung berkewajiban memajukan pelayanan pemerintah lokal (daerah) juga berkewajiban memajukan organisasi sosial atau kelompok masyarakat.
Pada dekade tujuh puluhan timbul perubahan pendekatan terhadap pembangunan. Bryant dan White (1987 : 132), mendefiniskan pembangunan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan manusia dalam mempengaruhi masa depannya. Ada lima implikasi dari definisi tersebut, yaitu :
1.      Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik individu maupun kelompok.
2.      Pembangunan berarti mendorong timbulnya kebersamaan, kemerataan dan kesejahteraan.
3.      Pembangunan berarti mendorong dan menaruh kepercayaan untuk membimbing dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada padanya kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesempatan yang sama, kebebasan memilih dan kekuasaan memutuskan.
4.      Pembangunan berarti mengurangi ketergantungan Negara yang satu dengan Negara lain dan menciptakan hubungan saling menguntungkan dan dihormati.

c.       Perencanaan Pembangunan Pespektif dan Tahunan
Menurut Undang Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Pasal 1 ayat 3, Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Perencanaan Pembangunan dapat dilihat pembedanya dari segi jangka waktu rencana, yaitu : (Tjokroamidjojo, 1990).
1.      Rencana Jangka Panjang. Perencanaan ini meliputi jangka waktu 10 tahun keatas.
2.      Rencana Jangka Menengah. Perencanaan ini meliputi jangka waktu antara 3 sampai dengan 8 tahun.
3.      Rencana Jangka Pendek. Perencanaan dengan jangka waktu setengah sampai dengan 2 tahun.
Istilah perencanaan perspektif atau perencanaan jangka panjang biasanya mempunyai rentang waktu antara 10 sampai 25 tahun. Pada hakikatnya, rencana perspektif adalah cetak biru pembangunan yang harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang panjang. Namun pada kenyataanya, tujuan dan sasaran luas tersebut harus dicapai dalam jangka waktu tertentu dengan membagi rencana perspektif itu kedalam beberapa rencana jangka pendek atau tahunan. (Arsyad, 1999 :50). Pemecahan rencana perspektif menjadi rencana tahunan dimaksudkan agar perencanaan yang dibuat lebih mudah untuk dievaluasi dan dapat diukur kinerjanya.
Tujuan pokok rencana perspektif dan tahunan ini adalah untuk meletakan landasan bagi rencana jangka pendek, sehingga masalah – masalah yang harus diselesaikan dalam jangka waktu yang sangat panjang dapat dipertimbangkan dalam jangka pendek.

d.      Indikator Pembangunan
Dalam bukunya yang berjudul Teori Pembangunan Dunia Ketiga Arief budiman (1995) menguraikan ada lima pendekatan yang digunakan untuk mengukur pembangunan. Berikut akan diuraikan ukuran keberhasilan pembangunan yang telah dihimpun oleh Arief budiman tersebut. Setalah uraian ini penulis akan menawarkan cara yang perlu dilakukan untuk mengukur keberhasilan pembangunan menurut pendapat penulis.
1.      Kekayaan rata-rata.
Menurut pendekatan ini sebuah masyarakat dikatakan berhasil membangun bila pertumbuhan ekonomi didalam masyarakat tersebut cukup tinggi. Cara mengukurnya adalah diukur dari Gross National Product (GNP) dan Gross Domestic Product (GDP) yang dibagi dengan Jumlah penduduk. Dengan demikian dapat diukur produksi rata-rata setiap orang dari sebuah negara.
2.      Pemerataan ketiga.
Pendekatan ini mengkritik pendekatan pertama yang hanya mengukur kemakmuran sebuah negara hanya dari produksi rata-rata orang disetiap negara. Menurut pendekatan ini bisa jadi kekayaan rata-rata tersebut hanya dinikmati oleh sebagain kecil orang, dan sebagian besar orang yang lain yang tidak mendapat akses terhadap pertumbuhan ekonomi tetap hidup dalam kemiskinan. Cara lain adalah dengan menggunakan indeks gini. Indeks ini diukur dengan angka antara 0-1. Bila indeks gini sama dengan satu maka terjadi ketimpangan maksimal,tapi bila 0 maka ketimpangan tidak ada.Jadi semakin kecil indek gini maka semakin kecil pula ketimpangan yang terjadi dalam sebuah negara.
3.      Kualitas Hidup
Pendekatan ini tidak hanya mengukur pembangunan dari sudut pandang ekonomi,melainkan menekanakn pada kesejahteraan penduduk. Salah satu tolak ukur yang digunakan adalah pendapat moris yang mengenalkan PQLI (Physical QualityIndeks), yang mengukur tiga indikator yaitu :
a.       rata-rata harapan hidup
b.      Rata-rata jumlah kemtian bayi
c.       Rata-rata presentasi bauta huruf.
Ketika indeks ini di dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi ternyata di masyarakat negara berkembang terdapat ketidaksesuaian antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan penduduk.
4.      Kerusakan Lingkungan Hidup
Pendekatan ini menekankan pada pentingnya aspek lingkungan hidup sebagai indikator dalam pembangunan. Pendekatan ini berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi dan pemerataan yang didapat saat ini, bisa tidak berarti apa-apa bila harus mengorbankan lingkungan hidup. Bagi pendekatan ini kerusakan lingkungan hidup agar berdampak buruk terhadap masyrakat tersebut dimasa depan.
Sebab bila kemampuan lingkungan menurun untuk memenuhi kebutuhan manusia menurun,maka hal tersebut akan memiskinkan masyarakat tersebut di masa depan. Oleh karena itu, pendekatan ini memasukan kemampuan untuk melakukan pelestarian terhadap lingkungan hidup sebagai faktor penting yang menentukan keberhasilan pembangunan.
5.      Keadilan sosial dan kesinambungan
Pendekatan ini menggabungkan dua pendekatan yang sebelumnya sudah melakukan krtitik terhadap pertumbuhan ekonomi sebagai orientasi utama, yaitu pendekatan pemerataan dan lingkungan hidup. Dalam pendekatan ini keberhasilan pembangunan dapat diukur dari sejauh mana pemerataan dapat terwujud, sekaligus lingkunagn hidup tetap lestari.
Bila pembangunan diperuntukan bagi masyarakat, maka rakyat harus dianggap mampu merumuskan kebutuhanya sendiri.Langkah yang perlu dilakukan untuk memahami kebutuhan masyarakat adalah dengan melibatkan masyarakat dalam menentukan kebutuhan sendiri dan menilai sendiri apakah kebutuhanya sudah terpenuhi atau tidak dalam proses pembangunan. Dengan menggunakan mekanisme yang partisipatif seperti ini akan didapatkan ukuran-ukuran dan kriteria-kriteria keberhasilan pembangunan yang berbasis pada kebutuhan masyarakat secara nyata dan tentunya hasilnyaa tidak seragam, melainkan sangat beragam tergantung pada kondisi fisik, sosial dan budaya yang ada didalam masyarakat tersebut.

        C.    DAMPAK PERKEMBANGAN PENDIDIKAN TERHADAP PEMBANGUNAN


Pendidikan merupakan suatu proses pemberdayaan untuk mengungkapkan potensi yang ada pada manusia sebagai individu, yang selanjutnya dapat memberikan sumbangan kepada masayarakat lokal, kepada masayarakat bangsanya, dan kemudian kepada masayarakat global. Dengan demikian, fungsi pendidikan bukan hanya menggali potensi-potensi yang ada di dalam diri manusia, tetapi juga bagaimana manusia ini dapat mengontrol potensi yang telah dikembangkannya itu agar dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup manusia itu sendiri.
“Pengembangan sumber daya manusia untuk pembangunan menempatkan manusia sebagai pusat perhatian dalam proses pembangunan sebagai produsen dan konsumen” (Raharto, 1999). Artinya, dari sisi konsumen manusia ditempatkan sebagai pemanfaat akhir dari hasil pembangunan, dan dari sisi produsen sebagai faktor input yang penting dalam proses produksi.
Proses pendidikan menjadi bagian yang tidak terpisahkan atau bagian integral dari pengembangan SDM sebagai subjek sekaligus objek pembangunan. Dengan demikian, pendidikan harus mampu melahirkan SDM yang berkualitas dan bukan menjadi beban pembangunan dan masyarakat, yaitu SDM yang menjadi sumber kekuatan atau sumber penggerak (driving forces) bagi seluruh proses pembangunan dan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan mesti berhubungan secara timbal balik dengan pembangunan di berbagai bidang kehidupan (politik, ekonomi, sosial, budaya). Sehingga, pendidikan akan dapat dimaknai sebagai suatu bentuk investasi SDM untuk menciptakan iklim yang memungkinkan semua penduduk atau warga negara turut andil dalam pembangunan dan mengembangkan diri mereka agar menjadi warga negara yang produktif.
Tujuan pembangunan nasional adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan dan berdaya saing maju dan sejahtera dalam wadah negara kesatuan republik indonesia yang didukung oleh manusia yang sehat, mandiri dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
Dari tujuan tersebut tercermin bahwa sebagai titik sentral pembangunan adalah pemberdayaan sumber daya manusia, baik sebagai sasaran pembangunan maupun sebagai pelaku pembangunan. Dengan demikian, pembangunan pendidikan merupakan salah satu aspek pendukung keberhasilan pembangunan nasional.
Berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia, maka peranan pendidikan dalam pembangunan dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dalam meningkatkan manusia sebagai makhluk individu yang berpotensi lahir dan batin, dilaksanakan dengan pemberian pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Pembentukan nilai adalah nilai-nilai budaya bangsa dan juga nilai-nilai keagamaan sesuai dengan agama masing-masing dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Proses transformasi tersebut berlangsung dalam jalur pendidikan baik itu formal, maupun non-formal. 
Dalam menghadapi perubahan masyarakat yang terus menerus dan berjalan secara cepat manusia dituntut untuk selalu belajar dan adaptasi dengan perkembangan masyarakat sesuai dengan zamannya. Dengan perkataan lain manusia akan menjadi ”pelajar seumur hidup”. Untuk itu lembaga pendidikan berperan untuk mepersiapkan peserta didiknya menjadi pelajar seumur hidup yang mampu belajar secara mandiri dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar baik yang ada di sekolah maupun di luar sekolah.
Menurut Moedjiono dalam buku Dasar-dasar Kependidikan (1986), mengemukakan bahwa aktivitas belajar dalam rangka menghadapi perubahan-perubahan yang cepat di dalam masyarakat menghendaki: kemampuan untuk mendapatkan informasi, keterampilan kognitif yang tinggi,kemampuan menggunakan strategi dalam memecahkan masalah, kemampuan menentukan tujuan yang ingin dicapai, mengevaluasi hasil belajar sendiri, adanya motivasi untuk belajar, dan adanya pemahaman diri sendiri.
Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi utama dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Artinya, setiap pengeluaran yang dipergunakan untuk pendidikan dianggap sebagai pengeluaran yang hasilnya bukan untuk dinikmati sekarang tetapi pada masa yang akan datang. Sebagai investasi, pembangunan pendidikan sudah selayaknya mendapatkan porsi anggaran yang signifikan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM penduduk Indonesia sesuai dengan potensi alam sekitar agar dapat menghasilkan produk dan jasa layanan yang sangat kompetitif pasar global.
Dengan demikian, jumlah penduduk yang besar dan tersebar ini dapat dipetakan dan kemudian dikembangkan melalui strategi dan kebijakan pendidikan yang memperhatikan aspek-aspek penting di luar pendidikan, baik ekonomi, politik, sosial, dan budaya bangsa Indonesia sehingga peringkat HDI Indonesia dapat terus meningkat ke arah yang lebih baik.
Kita tidak bisa memungkirinya bahwa sumbangan pendidikan pada pembangunan sangatlah besar, meskipun hasilnya tidak bisa kita lihat dengan segera. Tapi ada jarak penantian yang cukup lama antara proses dimulainya usaha dengan hasil yang ingin dicapai.
  
Referansi :
Cassirer, Ernst. 1944. An Essay on Man. Terjemahan Manusia. New Faven

Departemen Pendidikan Nasional (2004). Kurikulum 2004. Standard Kompetensi Taman Kanak-kanak dan Raudatul Athfal. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan TK dan SD.

Hasbullah. 2008. Dasar – Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Korten, David C. 1983. People Centered Development : Reflection on Development Theory and Method, (stensilan lepas). Yogyakarta: P3PK UGM.

Moedjiono. 1986. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Balai Pustaka.

Muhadjir, Noeng. 1983. Kepemimpinan Adopsi Inovasi untuk Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Rake Press.

Raharto,Aswantini. 1999. Pendidikan, Sumber Daya Manusia, dan Pembangunan Berkelanjutan, (online), (http://www. puslitbang. go.id. /pdf.doc.html, diakses 26 Mei 2010).

Soedjatmoko. 1985. Dimensi manusia Dalam Pembanguan. Jakarta: LP3ES.

Soedomo M. 1989. Andragogy : Relevansi Teoritik atau Terapan? , Dalam Forum Penelitian, No. 1, Januari 1989. Malang: Pusat Penelitian IKIP Malang.

Surjadi, A. 1982. Sekolah dan Pembangunan. Bandung: Alumni

Suryadi, Ace. 2002. Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan. Jakarta : Balai Pustaka.

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Van Baal, J. 1987. Sejarah dan Pertumbuhannya: Teori Antopologi Budaya. Jakarta: Gramedia. Jilid 1.

0 komentar:

Posting Komentar

Aka_Eka