TEORI KONSUMSI ISLAM
A.
Pengertian
Konsumsi dalam Ekonomi Mikro
Dalam ilmu ekonomi, terdapat dua cabang
yaitu ekonomi makro dan ekonomi mikro. Yang dimaksud dengan ekonomi makro
adalah kajian tentang aktivitas ekonomi suatu negara, sedangkan ekonomi mikro
adalah kajian tentang tingkah laku individu dalam ekonomi.
Dalam kajian konsumsi ekonomi Islam,
prinsip yang syariatkan adalah agar tidak hidup bermewah-mewah, membayar zakat
dan mennjauhi riba’ merupakan rangkuman dari akidah, akhlak dan syariat Islam
yang menjadi rujukan dalam pengembangan sistem ekonomi Islam. Nilai-nilai moral
tidak hanya bertumpu pada aktifitas indiviidu tapi juga pada inetraksi secara
kolektif, bahkan berkaitan dengan individu satu dengan individu lainnya dan
kolektif tidak bisa didikotomikan. Individu dan kolektif menjadi keniscayaan
nilai yang harus selalu hadir dalam pengembangan sistem, terlebih lagi ada kecenderungan
nilai moral dan praktik yang mendahulukan kepengtingan kolektif dibandingkan
kepentingan individual. Preferensi ekonomi baik individu maupun kolektif dari
ekonomi Islam memunculkan karakter dengan membentuk aktifitas yang khas. Umer
Chapra dalam bukunya menjelaskan prinsip dasar ekonomi Islam yaitu Tauhid,
Khilafah dan Keadilan dimana tiga prinsip ini tidak dapat dipisahkan karena
saling keterkaitan untuk terciptanya perekonomian yang baik dan stabil.
Pendekatan ekonomi islam pada teori
konsumsi adalah permintaan sedangkan produksi adalah penawaran atau penyediaan.
Perbedaan ilmu ekonomi konvensional dan ekonomi islam dalam hal konsumsi
terletak pada cara pendekatannya dalam memenuhi kebutuhan seseorang. Islam
tidak mengakui kegemaran material semata mata dari pola konsumsi konvensional
Islam adalah ajaran agama yang mengatur
segenap perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula
dengan masalah konsumsi, Islam mengatur bagiamana manusia dapat melakukan
kegiatan-kegiatan konsumsi yang membawa manusia berguna bagi kemaslahatan
hidupnya. Seluruh aturan Islam mengenai aktifitas konsumsi terdapat dalam al
qur’an dan as sunah. Perilaku konsumsi yang sesuai dengan ketentuan al qur’an
dan assunah membawa pelakunya mencapai keberkahan dan kesejahteraan hidup.
Syariat Islam mengharapkan manusia
mencapai dan memelihara kesejahteraannya yang sering disebut dengan istilah
maslahah yang maknanya lebih luas dari sekedar utility atau tingkat kepuasan
dalam terminologi ekonomi konvensional. Maslahah merupakan sifat atau kemampuan
barang dan jasa yang mendukung elemen-elemendan tujuan dasar dari kehidupan
manusia dimuka bumi.
Menurut imam Ghazali dalam buku
Adiwarman mengatakan ada lima kebutuhan dasar yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia dan kesejahteraan masyarakat tergantung pada pencarian dan
pemeliharaan lima tujuan yaitu :
Ø Agama (Al Dien)
Ø Hidup atau Jiwa
(Nafs)
Ø Keluarga atau
keturunan (nasl)
Ø Harta atau
Kekayaan (maal)
Ø Intelek atau
akal (aql)
Untuk menjaga kontinuitas kehidupan, maka manusia harus memelihara
keturunan. Meskipun seorang muslim meyakini bahwa horizon waktu tidak hanya
menyangkut kehidupan dunia melainkan hingga ahirat.
Berdasarkan pendapat tersebut bahwa adanya lima kebutuhan dasar dalam
mencapai kepuasan dunia yang memiliki nilai manfaat atau maslahah, maka dalam
berkonsumsi yang dicapai adalah kepuasan. Kepuasan adalah hasrat yang tidak
bisa diukur dengan nilai, masing-masing memiliki cita rasa yang berbeda namun
jika yang diinginkan terpenuhi maka akan menghasilkan sebuah kepuasan
tersendiri. Islam sebagai agama yang rahmatan
lil alamin tidak membatasi konsumsi umatnya. Islam hanya mengatur etika
konsumsi sebagai wujud kebersinambungan antara sang makhluk (hablu minan nas) dan antara sang Tuhan (hablu minallah)
B.
Mengukur
Kepuasan Konsumen
Perilaku konsumen dalam teori ekonomi
mikro konvensional dalam mengkonsumsi barang bertujuan untuk mendapatkan
kepuasan yang maksimum. Maka untuk mengukur kepuasan tersebut dapat melalui
pendekatan-pendekatan beberapa aspek, melalui pendekatan marginal utility (tingkat kepuasan) dan pendekatan indifference curve (kurva indiferen).
Berbeda dengan teori ekonomi islam,
mengukur kepuasan tidak hanya ditinjau dari semakin tinggi konsumsi semakin
tinggi kepuasan konsumen, melainkan barang yang dikonsumsi bersifat halal atau haram. Hal ini
sesuai dengan firman Allah : “ Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang
halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertaqwalah
kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya” ( QS. Al Maidah : 87-88)
Ayat di atas telah menjelaskan secara
detail bahwa kepuasan konsumsi bertujuan untuk mencapai maslahah atau nilai kebermanfaatan baik di dunia maupun di akhirat
(falah) dalam hal kesejateraan
bukanlah untuk mencapai utility atau
kepuasan dunia.
Maslahah
|
Utility
|
1.
Relatif Objektif bertolak pada kebutuhan yang
didasarkan pertimbangan rasional normatif dan positif
|
1.
Berdasar pada kriteria yang bersifat subjektif
|
2.
Relatif konsisten dengan sosial
|
2.
Berbeda dengan utilitas sosial
|
3.
Arah pembangunan bertujuan untuk peningkatan
kesejahteraan hidup dari tujuan pelaku
ekonomi
|
3.
Mengedepankan keuntungan dari sisi produsen dan
distributor, sedang konsumen bertujuan memenuhi keinginan
|
4.
Terukur dan dapat dibandingkan dan lebih mudah disusun
prioritas serta pentahapan dalam pemenuhannya
|
4.
Tidak mudah diukur dan dibandingkan karena antara
kepuasan satu dengan yang lain bersifat relatif
|
Sumber : Hendri Anto, Pengantar Ekonomi
Mikro Islami
C.
Fungsi Utility
Dalam pandangan islam sebenarnya telah
mengatur segenap perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam
perilaku islam telah mengatur lewat Al Qur’an dan Al Hadist supaya manusia
dijauhkan dari sifat-sifat yang hina karena perilaku konsumsinya. Seorang
muslim berkonsumsi didasarkan atas pertimbangan :
Ø Manusia tidak
berkuasa sepenuhnya mengatur detail permasalahan ekonomi masyarakat atau negara
Ø Dalam konsep
islam kebutuhan yang membentuk pola konsumsi seorang muslim dan dalam memenuhi
kebutuhan seorang muslin tidak akan melakukan konsumsi secara berlebih-lebihan
Ø Perilaku
konsumsi seorang diatur perannya sebagai makhluk sosial, maka ada sikap
menghormati dan menghargai
Untuk mengetahui tingkat kepuasan seorang muslim dapat diilustrasikan dalam
bentuk nilai guna, yaitu nilai total (total
utility) dan nilai guna marginal (marginal
utility). Nilai guna total merupakan jumlah kepuasan yang diperoleh dalam
mengkonsumsi sejumlah barang tertentu, nilai guna marginal pertambahan atau
pengurangan kepuasan akibat dari pertambahan atau pengurangan penggunaan suatu
unit barang.
Dalam ilmu ekonomi tingkat kepuasan (utility
function) digambarkan oleh kurva indifferent (IC) biasanya yang digambarkan
adalah utility function antara dua
barang atau jasa yang keduanya memang disukai oleh konsumen. Dalam membangun
teori utility function digunakan tiga
aksioma pilihan rasional yaitu :
1. Completeness
Aksioma ini mengatakan bahwa setiap
individu selalu dapat menentukan keadaan mana yang lebih disukai di antara dua
keadaan.
2. Transitivity
Aksioma ini untuk memastikan adanya
konsistensi internal dalam diri individu dalam mengambil keputusan
3. Continuity
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika
seseorang individu mengatakan A lebih disukai daripada B, maka keadaan yang
mendekati A pasti juga disukai daripada B.
Konsekuensi dari adanya aksioma konsistensi dalam pilihan konsumen, maka
antara kurva indiferen yang berbeda tidak boleh berpotongan. Jika kurva tersebut
berpotongan berarti terjadi pelanggaran aksioma utility yaitu tidak adanya
konsistensi telah terjadi sebagaimana pada gambar dibawah ini telah terjadi
pelanggaran aksioma pada titik E.
a.
Tingkat
Substitusi Marginal
Tingkat kesediaan untuk mengukur
komoditas dengan komoditas lain disebut dengan tingkat substitusi marginal x
untuk y atau MRSXY dimana jumlah unit komoditas y yang harus
dikorbankan untuk mendapat tambahan satu unit komoditas x, dalam tingkat
kepuasan yang sama. Formasi MRSXY dapat ditulis sebagai berikut :
Kurva diatas menunjukkan jumlah kompensasi pengurangan jumlah komoditas y yang dikonsumsi untuk mendapatkan penambahan konsumsi satu unit komoditas x. Nilai MRS akan semakin berkurang jika nilai MRS dari kiri ke kanan.
b.
Barang Halal,
Haram dan analisis Kurva Indifference
Tidak semua komoditas mempunyai sifat
yang sama, yakni ada yang haram dan ada yang halal, komoditas barang halal dan
haram tentu berpengaruh terhadap pelaksanaan ibadah yang berimplementasi pada
pahala yang ada pada ujungnya akan berpengaruh pada kepuasan. Logikanya barang
yang dikonsumsi adalah barang yang sah dan halal dimakan akan membawa terhadap
kemantaban dan kualiatas ibadah karena menggunakan tanpa dicampuri dan dibebani
salah satu sehingga akan diterima dan mendapat pahala untuk bekal hari setelah kematian
nanti.
Untuk
menjelaskan kurva indifference dibentuk dari berbagai komoditas yang telah
memisahkan antara yang halal dan yang haram dari komoditas
c.
Increasing
Utility
Semakin tinggi IC berarti semakin
banyak barang yang dikonsumsi yang berarti semakin tinggi tingkat kepuasan
konsumen. Secara grafis tingkat utilitas yang lebih tinggi digambarkan dengan utility function yang letaknya di
sebelah kanan atas. Bagi konsumen semakin ke kanan atas utility semakin baik.
Rasulullah saw
bersabda “ Orang beriman yang kuat lebih
baik dan lebih dicintai daripada orang beriman yang lemah”. Dalam hadist
lain yang bermakna “ Iri hati itu
dilarang kecuali terhadap dua hal yaitu orang berilmu yang mengamalkan dan
mengajarkan ilmunya, dan orang yang kaya yang membelanjakan hartanya di jalan
Allah”. Dalam konsep Islam pun diakui bahwa lebih banyak yang tentunya
lebih hala itu lebih baik. Secara grafis utility
function antara dua barang atau jasa yang halal digambarkan sebagaimana
lazimnya
Dalam konsep
Islam sangat penting adanya pembagian jenis barang atau jasa antara yang haram
dan yang halal. Oleh karena itu, sangat penting untuk menggambarkan hal ini
dalam utility function. Fungsi
kepuasan untuk dua barang yang salah satunya tidak disukai digambarkan dengan utility function yang terbalik seakan
diletakkan cermin. Semakin sedikit barang yang tidak disukai akan memberikan
tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Hal ini di gambarkan dengan utility function yang semakin ke kiri
atas semakin tinggi tingkat kepuasannya. Barang yang haram adalah barang yang
tidak disukai.
d.
Budget
Constrain
Segala keinginan pasti ada konstrain
yang membatasi, tentu batasan ini akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan
usaha yang dikeluarkan untuk mendapatkan konstrain yang lebih tinggi. Dalam
teori konsumsi hadist tentang cita-cita dan segala macam hambatan bisa
digunakan untuk menerangkan tentang batasan seseorang dalam memaksimalkan
utility konsumsinya. Selain faktor norma konsumsi dalam islam, keinginan untuk
memaksimalkan utility function
ditentukan oleh berapa dana yang tersedia untuk membeli kedua jenis barang
tersebut yang secara matematis dapat ditulis I = PxX + PyY. Persamaan terbut merupakan kombinasi barang
yang dikonsumsi dan dapat digambarkan sebagai berikut ;

Kombinasi titik dibawah budget line
menunjukkan jumlah dana yang digunakan untuk mengkonsumsi barang X dan barang Y
dan jumlah dana yang digunakan tersebut lebih kecil daripada dana yang
tersedia.
D.
Optimal
Solution
Sesuai dengan asumsi rasionalitas, maka
konsumsi seorang muslim akan selalu bertindak rasional. Oleh sebab itu
pengambilan keputusan dari seorang konsumen senantiasa didasarkan peada
perbandingan antar berbagai preferensi, peluang dan manfaat serta mudharat yang
ada. Untuk mencapai titik optimalisasi konsumen, seorang konsumen dibatasi oleh
garis anggaran dari pendapatannya atau berbagai komoditas yang dapat dibelinya.
Secara mamtematis optimasi konsumen dapat dirumuskan sebagai berikut :
Utilitas marginal X = utilitas
marginal Y
Harga
X harga
Y
Utilitas marginal X = HargaX
Utilitas marginal
Y Harga
Y
MUx = Px
MUy Py
Dengan demikian
kepuasan maksimum terjadi pada titik persinggungan antara kurva indifferent dan budget
line. Konsumen akan memaksimalkan pilihannya dengan dua cara yaitu :
1. Memaksimalkan utility function
pada budget line tertentu

2. Meminimalkan budget line pada utility function tertentu
E.
Corner Solution untuk Pilihan Halal – Haram
Pilihan antara
barang halal dan haram dapat digambarkan dengan utility function terbalik ke arah kiri atas, bila digambarkan sumbu
X sebagai barang haram, dan Y sebagai barang halal menunjukkan semakin banyak
barang halal yang dikonsumsi dan semakin sedikit barang haram yang ditinggalkan
yang berarti juga semakin banyak barang halal yang dikonsumsi akan menambah
utility sedangkan semakin sedikit barang haram akan mengurangi diutility. Keadaan ini akan memberikan
tingkat kepuasan yanh lebih tinggi. Bentuk utility function yang demikian tidak
memungkinkan terjadinya persinggungan antara untility function dengan budget
line, hal ini dikarenakan Marginal
rate of Subtituion (MRS) untuk
barang halal selalu lebih kecil dibandingkan slope budget line, maka pilihan
optimal konsumen adalah mengalokasikan incomenya
untuk membeli barang halal.
Konsumen
meningkatkan utilitynya dengan terus
mengurangi konsumsi barang haram untuk mendapatkan lebih banyak barang halal
sampai pada titik dimana tidak lagi melakukannya yaitu pada saat incomenya habis digunakan untuk membeli
barang halal. Berikut corner solution
dengan memaksimalkan utility function
Sedang pilihan
halal – haram dengan meminimalisasi budget
line sebagai berikut :
Kemiringan fungsi utility lebih curam dibanding
dengan budget line
Kemiringan
fungsi utility lebih landai dibanding dengan budget line
Corner solution dapat juga terjadi pada pilihan
barang halal X dan barang halal Y jika MRS barang halal tersebut selalu lebih
kecil atau lebih besar dibandingkan dengan slope budget line-nya.
Corner Solution
tidak hanya terjadi pada keadaan halal-haram atau perfect subtitution, namun juga dapat terjadi pada Indifference Curve yang “not strongly convex”. Secara grafis hal
ini digambarkan dengan bentuk kurva convex yang kecenderungannya begitu tipis
sehingga hampir menyerupai garis lurus.
KESIMPULAN
Konsumsi
adalah kegiatan ekonomi yamg penting, bahkan terkadang dianggap paling penting.
Kegiatan produksi ada karena ada yang mengkonsumsi, kegiatan konsumsi ada
karena ada yang memproduksi, dan kegiatan disribusi muncul karena ada gap atau
jarak antara konsumsi dan produksi. Islam tidak mengakui kecenderungan
materialistik semata-mata dari pola konsumsi modern. Dasar pemikiran pola
konsumsi dalam islam adalah untuk mengurangi kelebihan keinginan fisiologik
sekarang ini yang timbul dari faktor-faktor psikologik buatan dengan tujuan
membebaskan energi manusia untuk tujuan-tujuan spiritual.
Islam menuntut manusia untuk sebisa
mungkin mengkonsumsi barang-barang yang halal, meski dalam keadaan tertentu
yang diharamkanpun boleh dikonsumsi namun hanya sebatas untuk memenuhi
keberlangsungan yang bersifat sangat terpaksa. Hal ini penting karena manusia
kelak akan menjalani masa kehidupan kembali setelah kematian (akhirat) dan yang
menentukan kebahagiaan diakhirat ditentukan oleh perilaku kehidupan di dunia, termasuk
kualitas dan kuantitas ibadahnya.
Konsumsi barang halal dan haram
tentu berpengaruh terhadap pelaksanaan ibadah yang berimplementasi pada pahala
yang pada ujungnya akan berpengaruh pada kepuasan. Logikanya, barang yang kita
konsumsi adalah barang yang sah dan halal maka akan membawa terhadap kemantapan
dan kualitas ibadah karena ketika menggunakan tanpa dicampuri dan dibebani
salah sehingga akan diterima dan mendapat pahala untuk bekal hari setelah
kematian nanti.
DAFTAR REFERENSI
Anto, H. (2003). Pengantar Ekonomi Mikro Islami.
Yogyakarta: Ekonosia.
Chapra, U. (2001). Masa Depan Ilmu Ekonomi. Jakarta:
Gema Insani Press.
Fathorrazi, T. S. (2012). Teori Ekonomi Mikro.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ir. Adiwarman A. Karim, S. M. (2008). Ekonomi Mikro
Islami. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
P3EI Yogyakarta, BI. (2012). Ekonomi
Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Pujiono, A. (2006). Teori Konsumsi Islami. Jurnal Dinamika
Pembangunan ed. Desember, 196-207.
Download LINK ini.
Download LINK ini.
0 komentar:
Posting Komentar