Konsumsi
adalah kegiatan ekonomi yamg penting, bahkan terkadang dianggap paling penting.
Dalam mata rantai kegiatan ekonomi, yaitu produksi-konsumsi-distribusi,
seringkali muncul pertanyaan manakah yang paling penting dan paling dahulu
diantara mereka. Jawaban atas pertanyaan ini jelas tidak mudah, sebab memang
ketiganya merupakan mata rantai yang terkait satu dengan lainnya. Kegiatan
produksi ada karena ada yang mengkonsumsi, kegiatan konsumsi ada karena ada yang
memproduksi, dan kegiatan disribusi muncul karena ada gap atau
jarak antara konsumsi dan produksi.
Dalam
ekonomi konvesional perilaku konsumsi dituntun oleh dua nilai dasar, yaitu
rasionalisme dan utilitarianisme. Kedua nilai dasar ini kemudian membentuk
suatu perilaku konsumsi yang hedonistic materialistik serta boros (wastefull).
Karena rasionalisme ekonomi konvensional adalah self-interst,
perilaku konsumsinya juga cenderung individualistik sehingga seringkali
mengabaikan keseimbangan dan keharmonisan social. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa prinsip dasar bagi konsumsi adalah “saya akan mengkonsumsi apa
saja dan dalam jumlah berapapun sepanjang: (1) anggaran saya memadai, (2) saya
memperoleh kepuasan yang maksimum”. Apakah perilaku konsumsi yang seperti ini
dapat dibenarkan oleh ajaran Islam?
Bab ini akan
membahas perilaku konsumsi yang lebih Islami, yaitu perilaku konsumsi yang
dibimbing oleh nilai-nilai agama Islam. Di makalah ini kita akan membahas
tentang:
1. Konsep kebutuhan dan keinginan
2. Kualitas dan kemurnian
3. Motif dan tujuan konsumsi
4. Perilaku konsumen muslim
5. Hubungan konsumsi, investasi,
tabungan
A. Konsep Kebutuhan dan Keinginan
Seperti yang kita pelajari
sebelumnya, bahwa teori konsumsi lahir karena adanya teori permintaan akan
barang dan jasa. Sedangkan permintaan akan barang dan jasa timbul karena adanya
keinginan (want) dan kebutuhan (need) oleh konsumen riil maupun
konsumen potensial. Dalam ekonomi konvensial motor penggerak kegiatan konsumsi
adalah adanya keinginan.
Islam berbeda pandangan tentang
teori permintaan yang didasar atas keinginan tersebut. Keinginan identik dengan
sesuatu yang bersumber dari nafsu. Sedangkan kita ketahui bahwa nafsu manusia
mempunyai kecenderungan yang bersifat ambivalen, yaitu dua kecenderungan yang
saling bertentangan, kecenderungan yang baik dan kecenderungan yang tidak baik.
Oleh karena itu teori permintaan dalam ekonomi Islam didasar atas adanya
kebutuhan (need).[1]
Kita harus membedakan secara tegas
antara keinginan dan kebutuhan ini. Kebtuhan lahir dari suatu pemikiran atau
identifikasi secara objektif atas berbagai sarana yang diperlukan untuk
mendapatkan suatu manfaat bagi kehidupan. Kebutuhan dituntun oleh rasionalitas
normative dan positif, yaitu rasionalitas ajaran Islam, sehingga bersifat
terbatas dan terukur dalam kuantitas dan kualitasnya. Jadi, seorang muslim
berkonsumsi dalam rangka untuk memenuhi kebutuhannya sehingga memperoleh
kemanfaatan yang setinggi-tingginya bagi kehidupannya. Hal ini merupakan dasar
dan tujuan dari syariah Islam sendiri, yaitu maslahat al ibad (kesejahteraan
hakiki bagi manusia), dan sekaligus sebagai cara untuk mendapat falah yang
maksimum.
Al Shatibi, yang mengutip pendapat
Al Ghazali, menyebutkan 5 kebutuhan asar yang sangat bermanfaat bai keidupan
manusia, yaitu:
1. Kebenaran (faith, ad dien)
2. Kehidupan (life, an nas)
3. Harta material (property, al mal)
4. Ilmu pengetahuan (science, al
aql, al ‘ilmu)
5. Kelangsungan keturunan (postery,
an nasl)
Kelima kebutuhan ini semuanya
penting untuk mendukung suatu perilaku kehidupan yang Islami, karenya harus
diupayakan untuk dipenuhi. Menurut Al Ghazali tujuan utama syariat Islam adalah
mendorong kesejahteraan manusia yang terletak kepada perlindungan yang menjamin
terlindungnya kelima kebutuhan ini akan memenuhi kepentingan umum dan
kehendaki.
Untuk menjaga kontinuitas kehidupan,
maka manusia harus memelihara keturunannya (an nasl / posterity).
Meskipun seorang muslim meyakini bahwa horizon waktu kehidupan tidak hanya
menyangkup kehidupan dunia-melainkan hingga akherat, tetapi kelangsungan
kehidupan dunia amatlah penting. Kita harus berorienasi jangka panjang dalam
merencanakan kehidupan dunia, tentu saja dengan tetap berfokus kepada kehidupan
akherat. Oleh karenanya, kelangsungan keturunan dan keberlanjutan dari generasi
ke generasi harus diperhatikan. Ini merupakan suatu kebutuhan yang amat penting
bagi eksistensi manusia.[2]
Ø Kewajaran
Dalam hidup ini Islam mengambil
jalan tengah antara materialism dan kesuhudan, terlalu bersifat menjahui
benda-benda yang dihalalkan juga dilarang oleh Allah, seperti ditetapkan dalam
surat Al-Maidah ayat 87 berikut:[3]
Artinya:
Hai orang-orang yang
beriman janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan
bagi kamu dan janganlah engkau melampaui batas.
Dalam ayat ini sangatlah jelas
disebutkan, manusia dilarang untuk menjahui hal-hal yang dihalalkan, seperti
pada agama Kristen dan budha. Tetapi juga dilarang melakukan tindakan yang
berlebihan dalam berkonsumsi, karena kebaikan itu berada diantara kedua hal
tersebut (kewajaran).[4]
Ø Harta Benda
Mengenai pandangan pentingnya
kekayaan, Islam sangat memberikan penekanan tentang cara membelanjakan harta,
dalam Islam sangat dianjurkan untuk menjaga harta dengan hati-hati termasuk
menjaga nafsu supaya tidak terlalu berlebihan dalam menggunakan seperti
dijelaskan dalam surat An-Nisa’ ayat 5:[5]
Artinya :
Dan janganlah kamu serahkan kepada
orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanMu)
yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.
Sangat dilarangnya pemborosan,
bahkan untuk memberikan harta (yang berlebihan) bagi anak-anak yan belum
sempurna akalnya pun itu dilarang dalam Islam.
Ø Makanan
Terlarang
Dalam perilaku konsumsiIslam sangat
dilarang untuk memakan barang-barang yang telah diharamkan oleh Allah. Pada
hakekatnya makanan-makanan yang dilarang ole Allah akan menimbulkan efek yang
tidak baik untuk tubbuh diantaranya adalah:
1. Bangkai
2. Darah
3. Daging babi
4. Khamar
Ø Ciri-Ciri
Penggunaan
Dalam Islam penggunaan kekayaan
mempunyai cirri-ciri tertentu:
1.
Tidak ada
perbedaan antara keperluan duniawi dan spiritual
Semua keperluan dalam Islam hanyalah bertujuan untuk
terus meningkatkan ketaqwaan kepada Allah sehingga harta-harta kaum muslimin
yang dibelanjakan tepat sasaran dan tidak dipergunakan untuk hal-hal yang dapat
mengurangi ketaqwaan kepada Allah.
2.
Kepemilikan
harta tidak terbatas kepaada efisiensi dan untuk kecukupan hidup semata, tapi
juga diperbolehkan memiliki harta yang melimpah asalkan dengan cara yang telah
diperbolehkan dalam Islam.
B. Kualitas dan Kemurnian (Keaslian)
Al-Qur’an karim memberikan kepada
kita peunjuk-petunjuk yang sangat jelas dalam, hal konsumsi, ia mendorong
pengguna barang-barang yang baik, dan bermanfaat serta melarang adanya
pemborosan dan pengeluaran terhadap hal-hal yang tidak penting, juga melarang
orang muslim untuk makan dan berpakaian kecuali hanya yang baik, berdasarkan
ayat yang berbunyi:[6]
Artinya:
mereka menanyakan
kepadamu”apakah yang dihalalkan bagi mereka?”katakanlah: dihalalkan bagimu yang
baik-baik (Al-Maidah: 4)
Dari ayat diatas dapat disimpulkan
bahwa barang-barang yang kita konsumsi haruslah barang-barang yang bersih,
baik, halal.
Pada dasarnya Al-Qur’an tidak
menyebutkan satu-persatu barang yang boleh dikonsumsi, tetapi hanya diberi
batasan bahwa yang dikonsumsi hauslah barang-barang yang halal, hal tersebut
bertujuan untuk memberikan keleluasaan dalam melakukan konsumsi.
C. Motif Ekonomi dan Tujuan Konsumsi[7]
Motif ekonomi adalah alasan ataupun
tujuan seseorang sehingga seseorang itu melakukan tindakan ekonomi. Motif
ekonomi terbagi dalam dua aspek:
·
Motif Intrinsik, disebut
sebagai suatu keinginan untuk melakukan tidakan ekonomi atas kemauan sendiri.
·
Motif ekstrinsik, disebut
sebagai suatu keinginan untuk melakukan tidakan ekonomi atas dorongan orang
lain.
Ø Pada prakteknya terdapat beberapa
macam motif ekonomi:
a. Untuk memenuhi kebutuhan hidup
b. Mempertahankan status sosial
c. Mempertahankan status
keturunan
d. Mendapatkan kesimbangan hidup
e. memberikan bantuan kepada
orang lain (tujuan sosial)
f. Menjaga keamanan dan kesehatan
g. Keindahan dan seni
h. Memuaskan batin
i. Demonstration effect
(keinginan untuk meniru)
Dalam menuju tujuan konsumsi
tersebut manusia haruslah mencapai dengan kerja keras. Pengeluaran konsumsi
seseorang yang satu dengan yang lain berbeda ada yang lebih besar, ada yang
sama dan ada yang lebih kecil dari pendapatannya yang menggunakan barang-barang
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dialah konsumen.
D. Perilaku konsumen muslim[9]
Perilaku konsumen (consumer
behavior) mempelajari bagaimana manusia memilih di antara berbagai pilihan yang
dihadapinya dengan memanfaatkan sumberdaya (resources) yang dimilikinya.
Teori perilaku konsumen muslim yang
dibangun berdasarkan syariah Islam, memiliki perbedaan yang mendasar dengan
teori konvensional. Perbedaan ini menyangkut nilai dasar yang menjadi fondasi
teori, motif dan tujuan konsumsi, hingga teknik pilihan dan alokasi anggaran
untuk berkonsumsi.
Ø Ada tiga
nilai dasar yang menjadi fondasi bagi perilaku konsumsi masyarakat muslim :
1. Keyakinan akan adanya hari kiamat
dan kehidupan akhirat, prinsip ini mengarahkan seorang konsumen untuk
mengutamakan konsumsi untuk akhirat daripada dunia. Mengutamakan konsumsi untuk
ibadah daripada konsumsi duniawi. Konsumsi untuk ibadah merupakan future
consumption (karena terdapat balasan surga di akherat), sedangkan konsumsi
duniawi adalah present consumption.
2. Konsep sukses dalam kehidupan
seorang muslim diukur dengan moral agama Islam, dan bukan dengan jumlah
kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi moralitas semakin tinggi pula kesuksesan
yang dicapai. Kebajikan, kebenaran dan ketaqwaan kepada Allah merupakan kunci
moralitas Islam. Kebajikan dan kebenaran dapat dicapai dengan prilaku yang baik
dan bermanfaat bagi kehidupan dan menjauhkan diri dari kejahatan.
3. Kedudukan harta merupakan anugrah
Allah dan bukan sesuatu yang dengan sendirinya bersifat buruk (sehingga harus
dijauhi secara berlebihan). Harta merupakan alat untuk mencapai tujuan hidup,
jika diusahakan dan dimanfaatkan dengan benar.(QS.2.265)
Perilaku konsumen adalah tingkah
laku dari konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk
membeli, menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa
mereka. Focus dari perilaku konsumen adalah bagaimana individu membuat
keputusan untuk menggunakan sumber daya mereka yang telah tersedia untuk
mengkonsumsi suatu barang.
E. Hubungan Konsumsi, Investasi, dan
Tabungan[10]
1. Konsumsi dan
Pendapatan
Perbedaan yang terjadi dalam fungsi
konsumsi seorang muslim dengan non muslim akan berpengaruh pada fungsi lain
seperti fungsi Tabunngan dan Investasi. Hal ini disebabkan karena dalam fungsi
konsumsi perilaku konsumen muslim dipengaruhi adanya keharusan pembayaran zakat
dalam konsep pendapatan optimum serta adanya larangan pengambilan riba dalam
transaksi apapun termasuk konsumsi, investasi dan tabungan.
Pendapatan yang siap dibelanjakan
seorang muslim akan berbeda dengan bukan muslim, sebab terdapat zakat.
Pendapatan seseorang yang telah memenuhi syarat akan dikenakan zakat sebesar
2,5%. Seseorang biasanya akan menabung sebagian dari pendapatannya dengan
beragam motif, antara lain:
1. Untuk berjaga-jaga terhadap ketidakpastian masa depan
2. Untuk persiapan pembelian suatu barang konsumsi dimasa
depan
3. Untuk mengakumulasikan kekayaan
Demikian pula, seseorang akan
mengalokasikan dari anggarannya untuk investasi, yaitu menanamkannya pada
sector produktif. Secara sederhana, alokasi pendapatan seorang muslim akan
dapat diformulasikan sebagai berikut:
Y−z=C+S+I
Dimana:
Y : pendapatan
Ct : konsumsi
S :
tabungan
I :
investasi
Z :
zakat
Ajaran agama Islam sangat mendorong
kegiatan menabung dan investasi. Rasulullah SAW bersabda, “Kamu lebih baik
meninggalkan anak keturunanmu kaya daripada miskin dan bergantung kepada belas
kasih orang lain” (HR. Bukhari-Muslim)
2. Konsumsi dan
Tabungan
Alokasi anggaran (pendapatan) untuk
konsumsi total berbanding terbalik (negatif) dengan tabungan. Semakin tinggi
konsumsi berarti semakin kecil tabungan dan sebaliknya semakin besar tabungan
akan menguragi tingkat konsumsi. Untuk mencapai tingkat kepuasan yang optimal
sesuai dengan tujuan maslahah, maka seorang muslim akan mencari kombinasi yang
tepat antara tingkat konsumsi dan tingkat tabungan.
Dampak yang dapat dianalisa dari penerapan
zakat dan larangan riba pada konsumsi dan tabungan antara lain:
Ø Zakat dikenakan atas total
pendapatan atau harta yang menganggur (idle capacity) yang kurang atau
tidak produktif bagi seorang muzakky. Hal ini berdampak pada
peningkatan nilai konsumsi dan penurunan nilai tabungan.
Ø Pelarangan praktek riba dalam setiap
transaksi ekonomi juga akan berdampak pada berkurangnya jumlah konsumsi yang
dibiayai oleh bunga tapi hanya bersifat sementara karena dialihkan kebentuk
konsumsi lain.
Ø Penerapan zakat bagi mustahiq akan
berdampak pada peningkatan pendapatan dari perolehan zakat, sehingga
peningkatan ini akan mempengruhi pula pada peningkatan konsumsi mereka, dan
bahkan dapat dikatakan meningkatkan tabungan mereka.
Dari gambaran diatas, diasumsikan bahwa
manusia mempunyai kecenderungan untuk menghindar dari zakat. Sehingga ada
beberapa pilihan bagi seseorang yang mempunyai tingkat pendapatan tertentu
untuk mengambil tindakan.
3. Konsumsi dan
Investasi
Berpijak pada asumsi bahwa harta
yang digunakan untuk transaksi tabungan dianggap sebagai harta yang menganggur.
Keadaan yang mungkin terjadi dengan penerapan zakat dan larangan riba terhadap
fungsi konsumsi dan investai adalah sebagai berikut:
1.
Penerapan
zakat atas aset yang kurang atau bahkan tidak produktif berpengaruh pada
peningkatan konsumsi dan investasi.
2.
Pelarangan
atas riba akan berdampak bagi seorang pelaku ekonomiuntuk mengalokasikan
anggarannya lebih kepada bentuk investasi dan bukan tabungan yang mengandung
bunga.
3.
Dengan
peningkatan konsumsi masing-masing individu akan menimbulkan kenaikan konsumsi
secara nasional.
Melihat paparan di atas sungguh
merupakan suatu kondisi yang diharapkan oleh setiap masyarakat dimana
pertumbuhan ekonomi meningkat dengan adanya kesempatan kerja yang ada serta
menurunnya angka kemiskinan.
BAB III
KESIMPULAN
Seperti yang
kita pelajari sebelumnya, bahwa teori konsumsi lahir karena adanya teori
permintaan akan barang dan jasa. Sedangkan permintaan akan barang dan jasa
timbul karena adanya keinginan (want) dan kebutuhan (need) oleh
konsumen riil maupun konsumen potensial. Dalam ekonomi konvensial motor
penggerak kegiatan konsumsi adalah adanya keinginan.
Al Shatibi,
yang mengutip pendapat Al Ghazali, menyebutkan 5 kebutuhan asar yang sangat
bermanfaat bai keidupan manusia, yaitu:
1. Kebenaran (faith, ad dien)
2. Kehidupan (life, an nas)
3. Harta material (property, al mal)
4. Ilmu pengetahuan (science, al
aql, al ‘ilmu)
5. Kelangsungan keturunan (postery,
an nasl)
Motif
ekonomi adalah alasan ataupun tujuan seseorang sehingga seseorang itu melakukan
tindakan ekonomi.
Ø tujuan manusia mengkonsumsi sesuatu
yaitu :
a. Untuk memenuhi kebutuhan hidup
b. Mempertahankan status sosial
c. Mempertahankan status
keturunan
d. Mendapatkan kesimbangan hidup
e. memberikan bantuan kepada orang lain
(tujuan sosial)
f. Menjaga keamanan dan kesehatan
g. Keindahan dan seni
h. Memuaskan batin
i. Demonstration effect (keinginan
untuk meniru)
Ø Ada tiga nilai dasar yang menjadi
fondasi bagi perilaku konsumsi masyarakat muslim :
a.
Keyakinan
akan adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat, prinsip ini mengarahkan seorang
konsumen untuk mengutamakan konsumsi untuk akhirat daripada dunia. Mengutamakan
konsumsi untuk ibadah daripada konsumsi duniawi. Konsumsi untuk ibadah
merupakan future consumption (karena terdapat balasan surga di akherat),
sedangkan konsumsi duniawi adalah present consumption.
b.
Konsep
sukses dalam kehidupan seorang muslim diukur dengan moral agama Islam, dan
bukan dengan jumlah kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi moralitas semakin
tinggi pula kesuksesan yang dicapai. Kebajikan, kebenaran dan ketaqwaan kepada
Allah merupakan kunci moralitas Islam. Kebajikan dan kebenaran dapat dicapai
dengan prilaku yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan dan menjauhkan diri dari
kejahatan.
c.
Kedudukan
harta merupakan anugrah Allah dan bukan sesuatu yang dengan sendirinya bersifat
buruk (sehingga harus dijauhi secara berlebihan). Harta merupakan alat untuk mencapai
tujuan hidup, jika diusahakan dan dimanfaatkan dengan benar.(QS.2.265)
Dampak yang
dapat dianalisa dari penerapan zakat dan larangan riba pada konsumsi dan
tabungan antara lain:
Zakat dikenakan atas total
pendapatan atau harta yang menganggur (idle capacity) yang kurang atau
tidak produktif bagi seorang muzakky. Hal ini berdampak pada
peningkatan nilai konsumsi dan penurunan nilai tabungan.
Pelarangan praktek riba dalam setiap
transaksi ekonomi juga akan berdampak pada berkurangnya jumlah konsumsi yang
dibiayai oleh bunga tapi hanya bersifat sementara karena dialihkan kebentuk
konsumsi lain.
Penerapan zakat bagi mustahiq akan
berdampak pada peningkatan pendapatan dari perolehan zakat, sehingga
peningkatan ini akan mempengruhi pula pada peningkatan konsumsi mereka, dan
bahkan dapat dikatakan meningkatkan tabungan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Anto,
Hendri. 2003. Pengantar Ekonomika Mikro Islam, Yogyakarta: Ekonisia Kampus
Fakultas Ekonomi UII
Masykuroh,
Ely. 2008. Pengantar Teori Ekonomi, Ponorogo: TAIN Ponorogo press
Rahman,
Afzalur. 1995. Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 2 Alih bahasa Soeroyo dan
Nastangin, Yogyakarta: PT Dana Bhakti wakaf
NOTE :
[2] M.B. Hendrie Anto, Pengantar Ekonomi
Mikro Islami, (Yogyakarta: Ekonisia, Kampus Fakultas Ekonomi UII,
2003), 124-126.
[6] Afzalur Rahman, Doktrin
Ekonomi Islam, Jilid 2, alih bahasa Soeroyo dan nastangin,
(Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), 18.
0 komentar:
Posting Komentar