Minggu, 06 November 2016

BERMUHASABAH KE JALAN YANG LURUS



Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, yaitu jafan orang orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka. Bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat. (QS. Al Fatikhah 6-7)
Kita selama ini memahami dua ayat terakhir hanya berisi permohonan agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang Lurus. Maksud jalan yang lurus adalah jalan mereka yang diberi nikmat oleh Allah. Bukan jalan mereka yang di murkai oleh Allah dan bukan pula jalan yang sesat. Padahal menurut para ulama dua ayat terakhir surat Al Fatihah ini tidak hanya didesain Allah untuk sekedar fungsi sebagai permohonan atau doa namun juga sebagi muhasabah , alat evaluasi diri. Dua ayat ini minimal dibaca tujuh belas kali dalam sehari semalam, sejumlah rakaan wajib. Namun jikalau melaksanakan sholat sunnah, maka akan lebih dari tujuh belas kali bacaan surat ini di baca karena setiap rakaan sholat sunnah pun tetap wajib membaca surat Al Fathihah.
Kenapa Harus Muhasabah
Muhasabah merupakan evaluasi diri, instropeksi diri, menghisab diri, dan menghitung-hitung diri. Ini dilakukan untuk mengukur kualitas keimanan, keislaman dan akhlah individu. Muhasabah itu juga dilakukan untuk memastikan bahwa diri telah berada di jalur yang benar, sudah ‘on the track’. Muhasabah juga usaha untuk menghidupkan kesadaran akan adanya hari perhitungan yang disebut dengan Yaumul Hisab. Muhasabah penting untuk menumbuhkan kesadaran akan kelemahan diri bahwa tidak ada yang sempurna dan perlu mempelajari keleman diri untuk diperbaiki.
Muhasabah juga untuk menumbuhkan suasana selalu ingat kepa Allah SWT karena insan diperintahkan untuk selalu mengingat Allah dimana saja berada. Disamping itumuhasabah juga momentum untuk segera bertaubat selagi masih melakukan dosa karena sadar diri bahwa setiap insan memiliki dosa dengan setidaknya melakukan muhasabah dengan cara istighfar mohon ampunan kepada Allah.
Muhasabah itu dapat membuat lebih baik daripada sebelumnya, karena kita punya kesempatan mengkaji kekurangan kekurang yang ada pada diri, lalu ke depan untuk disempurnakan. Apalagi nabi Muhammad Saw bersabda “ Orang yang hari ininya lebih baik dari hari kemarin adalah kelompok yang beruntung. Tapi yang hari ininya sama dengan hari kemarin, mereka kelompok yang merugi. Dan mereka yang hari ininya lebih buruk dari hari kemarin masuklah mereka kelompok yang celaka”.
Ihdinash Shirotol Mustaqiim
Puncak dari muhasabah adalah sewaktu diri setiap hari mampu mengecek apakah telah berada di shirotol mustaqiim atau berada di jalan yang lurus, atau malah sudah melenceng dari jalan lurus atau melenceng dari jalan yang telah ditentukan oleh Allah Swt. Melenceng dari jalur yang ditetapkan oleh Allah.
Muhasabah seharusnya dilakukan secara terus menerus dalam kehidupan seorang muslim setiap hari setiap waktu. Muhasabah ini semakin banyak dilakukan semakin baik, sebagaimana berdzikir yang banyak merupakan perintah Allah, karena itulah mengapa Allah memerintahkan selalu membaca kalimah ihdinash shirotol mustaqiim setiap hari. Bahkan minimal tujuh belas kali setiap hari atau bisa saja lebih banyak lagi.
Bacaan dua ayt terakhir al Fathihah ini sebetulnya tidak hanya sekedar memohon untuk ditunjuki Allah jalan yang lurus, tetapi sekaligus perintah untuk muhasabah. Mengecek apakah sudah selalu berada di jalan yang lurus. Jalan orang-orang yang Engkau ridhai dan beri nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.
Rasulullah saw sendiri dalam hadist dari Syadad bin Aus telah bersabda “ Orang-orang yang pandai (sukses) adalah yang menghisab dirinya sendiri srta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang dirinya mengikuti hawa nafsu serta berangan-angan terhadap Allah Swt” (HR. Tirmidzi). Bahkan dalam al quran juga telah dijelaskan dalam firman Allah “ Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap dirinya memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk esok hari ( akhirat ) dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” ( QS. Al Hasyr ; 18)
Firman Allah ini juga secara tidak langsung menyuruh manusia untuk melakukan muhasabah terhadap dirinya, dengan memperhatikan apa yang sudah dilakukan untuk dipersiapkan di hari akhir nanti. Apakah sudah jadi hamba Allah yang bertaqwa atau belum, sampai kalimat bertaqwa diulang dua kali yang berarti ini petunjuk agar selalu mengecek keimanan dan keislaman manusia.
Muhasabah dalam hal apa saja
Secara garis besarnya, muhasabah harus dilakukan meliputi hubungan dengan Allah dan dalam hubungan dengan manusia. Allah berfirman “ Mereka meliputi kehinaan di mana saja mereka, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia (QS. Ali Imron 12).
Kalau diperinci agak detail, berikut beberapa yang harus di muhasabah :
1.       Periksalah hubungan dengan Allah, apakah sudah mencintai Allah, karena Allah berfirman “ Adapun orang-orang yang beriman itu sangat mencintai kepada Allah... (QS. Al Baqarah 165). Bgaimana cara mencintai Allah, apakah sudah melakukan semua perintahNya dan juga meninggalkan semua laranganNya. Muhasabahlah,... Evaluasilah.
2.       Evalusi apakah juga telah mencintai dan meneladani Rasulullah saw. Kalau meneladani dan mengikuti Rasulullah maka akan medapat cinta dan ampunan Allah dalam firmanNya “ Katakanlah jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Ali Imrom ; 31). Bagaimana cara mencintau Rasulullah? Tentu saja dengan mengikuti sunah-sunah beliau, teladani akhlak beliau. Contoh dan tiru ibadah beliau. Evaluasi apakah sudah meneladani beliau.
3.       Evaluasi juga bagaimana hubungan antar sesama. Apakah sudah berbuat baik dan bermanfaat bagi orang lain, karena nabi bersabda “ Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya”, bahkan muhasabahlah apakah sudah mencintai orang lain sebagaimana telah mencintai diri sendiri, karena ini merupakan ukuran iman seseorang, bahkan bida mendapat pertolongan Allah dengan memberi pertolongan kepada orang lain, menurut Nabi. Cek sumua Ituuu
4.       Muhasabah juga dalam hubungan keluarga, apakah sudah seperti yang diperintahkan Allah  dan disuruh Rasulullah. Hubungan dengan orang tua, evaluasilah apakah sudah “birrul walidain” seperti apay yang diperintahkan Allah. Sudah membuat bahagia atau malah mengecewakannya dan seterusnya. Begitupula hubungan suami dan istri apakah si istri sudah patuh pada suami dan begitupula sebaliknya apakah suami telah memenuhi kewajiannya, sudah menyayangi istri. Begitu juga dengan anak-anak apakah orang tua sudah mendidik anak-anaknya menjadi anak yang sholeh dan sholehah. Apa sudah menjaga mereka dari api neraka dans eterusnya.
5.       Jangan lupa mengevaluasi diri apakah sudah memusuhi syetan, bukan membahagiakannya karena sewaktu senang, sombong, ghibah, riya, bohong, iri, dengki, hasad, namimah dan syirik, maka sebetulnya kita sedang membahagiakannya.
Kesim[ulannya, mari bermuhasabah setiap sehari mengucapkan ihdinash shirothol mustaqim agar terjaga selalu berada di jalan yang lurus, jalan yang diridhoi Allah. Dan tidak terperosok ke jalan yang dimurkai Allah dan jalan yang sesat yaitu jalannya syetan. Sudah terlalu lama tanpa sadar membahagiakan syetan dan menyakiti Allah. Dengan selalu mau mendengarkan bisikan syetan dan malah melakukan ajarannya dan saatnya diberhentikan oleh niat diri bermuhasabah agar dengan sadar apa yang kita lakukan selalu di jalan Allah.

DAFTAR REFERENSI
Al Qur'anul Karim
Al Hadist 

0 komentar:

Posting Komentar

Aka_Eka